BPS Ungkap Kesenjangan Ekonomi di Yogyakarta Tinggi

Reporter

Editor

Sunu Dyantoro

Sabtu, 12 Desember 2015 08:54 WIB

Sejumlah toko di sepanjang jalan Malioboro Yogyakarta mengibarkan bendera merah-putih setengah tiang, Senin (13/12). Aksi pengibaran dilakukan menyambut Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). TEMPO/Anang Zakaria

TEMPO.CO, Yogyakarta - Badan Pusat Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta menyebut terjadi kesenjangan ekonomi yang tinggi di daerah ini. Pertumbuhan ekonomi lebih banyak menguntungkan kelas menengah ke atas yang berjumlah 20 persen atau 720 ribu dari total penduduk Yogyakarta tahun 2014 sebanyak 3,6 juta orang. Sisanya merupakan penduduk miskin yang bekerja di sektor pertanian.

Kepala BPS DIY, Bambang Kristianto mengatakan rasio gini atau indikator yang menunjukkan tingkat ketimpangan di Yogyakarta tahun 2014 tercatat tidak banyak bergeser dari tahun 2013. Rasio gini pada 2013 mencapai 0,44 dan 0,42 pada 2014. Ini bermakna kesenjangan ekonomi di daerah ini cukup tinggi karena ketersediaan lapangan kerja pertanian dan industri pengolahan stagnan. BPS mencatat pengeluaran kelas menengah ke atas rata-rata 2,5 juta per kapita per bulan pada 2013. Angka itu tidak jauh berbeda dengan tahun 2014.

Data BPS menunjukkan total penduduk daerah ini tahun 2015 sebanyak 3.688.000 orang. Bambang mengatakan angka kesenjangan ekonomi di tahun 2015 tak banyak berubah dari tahun 2014. Menurut dia, kalangan menengah ke atas terkonsentrasi di Kabupaten Sleman dan Yogyakarta.

Investor tertarik membangun investasi pada sektor bisnis, seperti hotel dan mal. “Pemilik modal besar paling menikmati pertumbuhan ekonomi. Kesenjangan ekonomi tergolong tinggi,” kata Bambang kepada Tempo di Yogyakarta, Jumat, 11 Desember 2015.

Sedangkan, sektor pertanian dan industri pengolahan untuk menyerap banyak tenaga kerja tidak dikelola dengan serius. Industri pengolahan itu misalnya industri kreatif. Sedangkan, kemiskinan paling banyak menimpa penduduk yang bekerja di sektor pertanian. Mereka rata-rata hanya memiliki lahan pertanian seluas 0,26 hektare. Selain itu, pariwisata yang menjadi sektor andalan Yogyakarta juga belum mampu memberi dampak bagi kalangan kelas menengah ke bawah.

Bambang menyatakan, ketimpangan ekonomi itu bisa dilihat bagaimana orang mendapatkan akses kesehatan, akses pendidikan, dan akses air bersih. Persentase penduduk miskin pada Maret 2015 di perkotaan mencapai 13,05 persen dan desa 17,23 persen.

Data BPS pada Maret 2015 menggambarkan pengeluaran penduduk miskin di perkotaan sebesar Rp 345.417 rupiah dan desa Rp 312.132 per kapita per bulan. Penyumbang kemiskinan adalah komoditas makanan, yakni beras dan daging ayam ras. Kemiskinan terjadi sejalan dengan inflasi. Misalnya pada Maret 2014 ke Maret 2015 sebesar 5,13 persen dan inflasi pada September 2014-Maret 2015 sebesar 3,06 persen.

SHINTA MAHARANI

Berita terkait

17 Bandara Internasional Turun Status, BPS: Hanya Digunakan 169 Wisatawan Mancanegara

19 jam lalu

17 Bandara Internasional Turun Status, BPS: Hanya Digunakan 169 Wisatawan Mancanegara

BPS mencatat hanya 169 wisatawan mancanegara yang menggunakan 17 Bandara yang kini turun status menjadi Bandara domestik.

Baca Selengkapnya

BPS: Inflasi Indonesia Mencapai 3 Persen di Momen Lebaran, Faktor Mudik

23 jam lalu

BPS: Inflasi Indonesia Mencapai 3 Persen di Momen Lebaran, Faktor Mudik

Badan Pusat Statistik mencatat tingkat inflasi pada momen Lebaran atau April 2024 sebesar 3 persen secara tahunan.

Baca Selengkapnya

Aktivis Laporkan Pj Wali Kota Yogyakarta ke Gubernur DIY hingga Ombudsman, Ini Alasannya

3 hari lalu

Aktivis Laporkan Pj Wali Kota Yogyakarta ke Gubernur DIY hingga Ombudsman, Ini Alasannya

Koalisi Pegiat HAM dan Anti Korupsi melaporkan Pj Wali Kota Yogyakarta Singgih Rahardjo ke Gubernur DIY, Mendagri, KPK dan Ombudsman

Baca Selengkapnya

10 Negara Termiskin di Dunia Berdasarkan PDB per Kapita

6 hari lalu

10 Negara Termiskin di Dunia Berdasarkan PDB per Kapita

Berikut ini daftar negara termiskin di dunia pada 2024 berdasarkan PDB per kapita, semuanya berada di benua Afrika.

Baca Selengkapnya

Neraca Perdagangan Kita Surplus 47 Bulan Berturut-turut, Apa Penyebabnya?

10 hari lalu

Neraca Perdagangan Kita Surplus 47 Bulan Berturut-turut, Apa Penyebabnya?

Indonesia memperpanjang rekor surplus neraca perdagangan dalam 47 bulan terakhir pada Maret 2024

Baca Selengkapnya

Terkini Bisnis: Putusan MK Pengaruhi IHSG, Bandara Sam Ratulangi Mulai Dibuka

10 hari lalu

Terkini Bisnis: Putusan MK Pengaruhi IHSG, Bandara Sam Ratulangi Mulai Dibuka

Pembacaan putusan sengketa Pilpres di MK memengaruhi IHSG. Perdagangan ditutup melemah 7.073,82.

Baca Selengkapnya

Impor Maret 2024 Turun 2,6 Persen, Impor Bahan Baku Turun tapi Barang Konsumsi Naik

10 hari lalu

Impor Maret 2024 Turun 2,6 Persen, Impor Bahan Baku Turun tapi Barang Konsumsi Naik

BPS mencatat impor pada Maret 2024 turun 2,6 persen secara bulanan. Impor bahan baku dan bahan penolong turun, tapi barang konsumsi naik.

Baca Selengkapnya

BPS: Impor Beras pada Maret 2024 Melonjak 29 Persen

10 hari lalu

BPS: Impor Beras pada Maret 2024 Melonjak 29 Persen

Badan Pusat Statistik atau BPS mengungkapkan terjadi lonjakan impor serealia pada Maret 2024. BPS mencatat impor beras naik 2,29 persen. Sedangkan impor gandum naik 24,54 persen.

Baca Selengkapnya

BPS Sebut Iran dan Israel Bukan Mitra Utama Dagang RI: Dampak Konflik Tak Signifikan

11 hari lalu

BPS Sebut Iran dan Israel Bukan Mitra Utama Dagang RI: Dampak Konflik Tak Signifikan

BPS menilai dampak konflik geopolitik antara Iran dan Israel tak berdampak signifikan terhadap perdangan Indonesia. Begini penjelasan lengkapnya.

Baca Selengkapnya

Surplus Perdagangan Maret Tembus USD 4,47 Miliar, Ditopang Ekspor Logam Dasar dan Sawit

11 hari lalu

Surplus Perdagangan Maret Tembus USD 4,47 Miliar, Ditopang Ekspor Logam Dasar dan Sawit

Surplus perdagangan Indonesia pada Maret 2024 tembus US$ 4,47 miliar. Surplus 47 bulan berturut-turut.

Baca Selengkapnya