TEMPO.CO, Makassar - Andi Nizar alias Icca, 25 tahun, mantan Ketua Makassar Speleologi Centre, ditemukan tewas bersimbah darah dengan 12 luka bacok pada sekujur tubuhnya di atas trotoar Jalan AP Pettarani, Makassar, Minggu, sekitar pukul 05.30 Wita.
Alumnus Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi dan Manajemen Bongaya itu diduga dibunuh. Hingga kini, Kepolisian Sektor Rappocini masih melakukan penyelidikan atas penemuan mayat Nizar.
Kepala Polsek Rappocini Ajun Komisaris Besar Muari mengatakan masih melakukan penyelidikan ihwal ditemukannya mayat Nizar di pinggir Jalan AP Pettarani, Makassar. Kepolisian masih enggan berspekulasi ihwal motif dan penyebab kematian korban. Muari juga membenarkan, berdasarkan hasil pemeriksaan medis, terdapat 12 luka pada sekujur tubuh korban, di antaranya pada bagian dada, bahu, lengan, betis, dagu, dan pinggir leher.
Seorang sahabat Nizar, Arnoldus Robin, mengaku masih berkomunikasi dengan Nizar pada Sabtu, 5 Desember, sekitar pukul 23.00 Wita. Kala itu, Nizar menghubunginya melalui telepon seluler. Mereka sebatas saling sapa. Maklum, Robin sudah lama tidak berjumpa Nizar. "Saya kaget dapat kabar dia (Nizar) meninggal dengan cara tragis. Ada 12 luka bacok di sekujur tubuhnya. Kebanyakan di dada," katanya kepada Tempo.
Robin langsung bergegas ke Rumah Sakit Bhayangkara untuk melihat jenazah sahabatnya itu untuk terakhir kalinya. Robin, yang masih berstatus mahasiswa STIEM Bongaya, mengaku tidak menyangka teman seangkatannya yang baru lulus tahun lalu itu sudah meninggal. Semasa hidupnya, warga BTN Pao-pao, Kabupaten Gowa itu, dikenal humoris dan kerap menjadi juru damai ketika ada masalah di kampus.
Robin menerangkan, dirinya dan Nizar adalah mahasiswa jurusan ekonomi angkatan 2009. Mereka sama-sama memasuki organisasi kampus mahasiswa pecinta alam STIEM Bongaya pada tahun pertama. Selanjutnya, Nizar memilih aktif di organisasi eksternal dan terpilih menjadi Ketua Makassar Speleologi Centre. "Dia jadi Ketua MSC periode 2010-2012. Organisasi itu berfokus ke penelusuran gua-gua," ucapnya.
Kendati bergabung di organisasi lain, Nizar masih kerap berkumpul dan menginap di sekretariat Mapala STIEM Bongaya. Sebelum ditemukan meninggal, sulung dari tiga bersaudara itu memang menginap di sekretariat Mapala STIEM Bongaya. Robin mengatakan informasi dari rekannya, Nizar pamit meninggalkan sekretariat pada Minggu sekitar pukul 04.30 Wita. Kala itu, sahabatnya tersebut tidak menyampaikan mau ke mana hingga akhirnya ditemukan tewas.
Ayah Nizar, Nurdin, mengatakan terakhir kali bertemu putra sulungnya pada Kamis malam. Tidak disangka pertemuan itu menjadi yang terakhir. "Saya tidak mengetahui apa masalahnya sampai ada orang yang tega melakukan perbuatan itu pada anakku. Nizar itu orangnya baik dan sabar," ucapnya singkat saat di Rumah Sakit Bhayangkara.
Jenazah Nizar sudah dibawa untuk dikebumikan di kampung halamannya di Desa Kassi, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto. Rekan-rekan Nizar sempat mendatangi rumah almarhum untuk menyampaikan belasungkawa. Selain itu, mereka berkumpul di sekretariat untuk mendoakan almarhum. Selain teman semasa kuliahnya, sejumlah rekan Nizar yang berasal dari mahasiswa pecinta alam lintas kampus juga sempat datang ke rumah dan sekretariat tersebut.
TRI YARI KURNIAWAN