Kondisi permukaan lumpur lapindo di desa Pejarakan, Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, 7 November 2015. PT Minarak Lapindo Jaya tidak mau membayar 80 berkas ganti rugi korban lumpur sesuai kesepakatan awal. Minarak beralasan, dulu pihaknya tidak melakukan verifikasi atas berkas-berkas tersebut. ANTARA/Zabur Karuru
TEMPO.CO, Sidoarjo - Pencairan dana talangan ganti rugi korban lumpur Lapindo yang masuk dalam peta area terdampak terancam tidak bisa rampung pada tahun ini. Pasalnya, hingga mendekati tutup anggaran pada pertengahan Desember, masih ada 105 berkas yang belum dibayar.
"Sampai saat ini yang belum terbayar ada 105 berkas," kata Koordinator Pengaduan Validasi Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo Khusnul Khuluk kepada Tempo di Pendapa Delta Wibawa Pemerintah Kabupaten Sidoarjo, Jumat, 4 Desember 2015.
Menurut Khusnul berkas yang belum dibayar di antaranya 66 berkas yang masih bermasalah di PT Minarak Lapindo Jaya, 21 berkas belum tandatangan nominatif, dan 18 berkas lainnya masih menunggu dikirim ke kantor perbendaharaan negara di Jakarta.
Berkas yang bermasalah persoalannya masih sama, yakni sengketa tanah. Warga menolak sebagian tanahnya dibayar dengan tanah basah. Padahal sesuai pembayaran 20 persen dulu warga dibayar dengan tanah kering. Harga tanah basah Rp 120 ribu per meter sedangkan tanah kering Rp 1 juta.
Adapun mengenai penyebab berkas yang belum nominatif, Khusnul mengaku telah melakukan sejumlah upaya agar warga melakukan tanda tangan nominatif sebagai syarat pencairan. Bahkan pihaknya sudah mendatangi satu per satu alamat warga.
"Kami sudah angkat tangan. Bagaimana lagi kami sudah melakukan upaya maksimal. Tapi tetap saja warga tak kunjung datang melakukan tanda tangan nominatif. Untuk berkas yang bermasalah di Minarak itu urusan Minarak dengan warga," katanya.
Dari 3.331 total berkas warga yang masuk dalam peta area terdampak, berkas yang sudah dibayar sebanyak 3.226 dengan nilai nominal Rp 710.978.445.269. Adapun dana talangan pemerintah untuk korban lumpur Lapindo sebesar Rp 767 miliar.