Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan. TEMPO/Dhemas Reviyanto Atmodjo
TEMPO.CO, Jakarta - Banyak hal terungkap dalam rekaman lengkap percakapan yang diduga antara Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto, pengusaha minyak Riza Chalid, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin. Salah satunya soal sengkarut politik di balik pengajuan nama Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kepala Kepolisian RI.
Dalam rekaman yang diputar dalam sidang Mahkamah Kehormatan Dewan, Rabu, 2 Desember 2015, Setya Novanto menceritakan bagaimana dia ditelepon Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri agar memperjuangkan Budi Gunawan sebagai Kepala Polri.
Namun akhirnya dia meminta bantuan Luhut untuk memulai pemilihan Kapolri. "Akhirnya, saya minta tolong Pak Luhut untuk memulai pemilihan Kapolri. Itu asli, Pak," begitu suara yang diduga milik Setya Novanto.
Pengajuan nama Budi Gunawan sebagai Kapolri terjadi Januari lalu. Hanya beberapa hari setelah diajukan Presiden Jokowi ke DPR, Komisi Pemberantasan Korupsi mengumumkan Budi Gunawan sebagai tersangka korupsi. Meski begitu, Komisi Hukum DPR tetap memutuskan Budi Gunawan lolos dalam uji kelayakan sebagai Kapolri. Rapat paripurna DPR juga menetapkan Budi Gunawan sebagai Kapolri.
Penetapan Budi menjadi Kapolri menimbulkan keributan di masyarakat dan berbuntut penyerangan terhadap KPK. Kemudian muncul kriminalisasi terhadap dua pemimpin KPK yang kemudian dinonaktifkan, yaitu Abraham Samad dan Bambang Widjojanto.
Presiden Joko Widodo akhirnya membatalkan pelantikan Budi dan mengusulkan Badrodin Haiti sebagai calon Kapolri yang baru. Presiden Jokowi beralasan, pencalonan Budi Gunawan sebagai kapolri telah menimbulkan perdebatan pendapat di masyarakat. (Baca edisi Majalah TEMPO: Kriminalisasi KPK)
"Ini pengalaman, Pak, ya. Selesai, sampailah cerita itu ke Ibu Mega. Marahlah pokoknya, sampai ke Solo dan macam-macam," begitu suara yang diduga milik Novanto. (simak: Jokowi Diingatkan Tolak Budi Gunawan untuk Kapolri)