Setya Novanto disambut ketua forum Pemimpin Redaksi Suryopratomo (kiri), sebelum mengikuti pertemuan di Jakarta, Senin, 23 November 2015. Pertemuan tersebut antara lain membahas soal laporan Menteri ESDM, Sudirman Said ke Mahkamah Kehormatan Dewan. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat Syarifuddin Sudding mengatakan tidak menutup kemungkinan adanya tindak pidana dalam kasus pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla oleh Ketua DPR Setya Novanto.
"Tunggu saja kalau ada yang lapor ke Bareskrim (Badan Reserse Kriminal)," kata politikus Partai Hati Nurani Rakyat ini di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 25 November 2015. (Lihat videoSiapakah Muhammad Riza, Sang "Gasoline God Father")
Menurut Syarifuddin, dugaan adanya unsur pidana dalam kasus pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden dalam perpanjangan kontrak PT Freeport cukup kuat. Dia mencontohkan, jika seseorang menjanjikan sesuatu kepada orang lain kemudian ada imbalannya tapi tidak direalisasi, itu bisa masuk kategori penipuan atau pencemaran nama baik. SIMAK: Gila! Pencatut Nama Jokowi Minta 20 Persen Saham Freeport
Syarifuddin menuturkan saat ini bukti yang diperoleh MKD masih berupa bukti permulaan. Dia berjanji akan mengungkapnya jika semua bukti sudah lengkap. Apalagi, kata dia, hingga saat ini, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said dan bos Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin, masih belum dipanggil.
Setya Novanto dilaporkan ke MKD oleh Menteri ESDM Sudirman Said pada Senin pekan lalu. Dalam laporan ini, ia menyerahkan transkrip rekaman pertemuan antara Setya Novanto, Maroef, dan pengusaha Muhammad Riza Chalid di kawasan SCBD, Sudirman, Jakarta.
Dalam transkrip yang beredar, ketiganya membicarakan masalah perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia yang akan berakhir pada 2021. Transkrip itu menggambarkan Setya berjanji bisa memuluskan perpanjangan kontrak dengan kompensasi saham sebesar 20 persen untuk Jokowi dan Kalla. Sedangkan untuk dirinya sendiri, Setya meminta 49 persen saham proyek listrik di Urumuka, Papua.