Ketua DPR RI Setya Novanto dalam sebuah wawancara dengan Tim Redaksi Tempo di kantornya. TEMPO/Nur Haryanto
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, meminta Mahkamah Kehormatan Dewan DPR bisa bertindak tegas dalam mengusut kasus dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla oleh Ketua DPR Setya Novanto.
Agar persidangan bisa berlangsung obyektif dan diketahui publik, Lucius mendesak MKD menggelar sidang kasus tersebut secara terbuka. Dia juga meminta MKD bisa berfokus dan bersikap tegas untuk memutuskan nasib Setya Novanto. "Ini akan jadi bukti di masyarakat apakah MKD obyektif dalam bekerja," ujarnya.
Setya Novanto dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan DPR oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said. Dalam laporannya, Sudirman menyodorkan transkrip dan rekaman pembicaraan Setya, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, dan importir minyak Muhammad Riza Chalid.
Dalam transkrip yang beredar, ketiganya membahas rencana perpanjangan kontrak dan pembangunan smelter Freeport. Ada juga yang membahas proyek pembangkit listrik Urumuka di Paniai, Papua.
Dari rekaman itu juga tergambar bahwa Setya meminta imbalan 49 persen saham pembangkit listrik Urumuka. Dia juga mengatasnamakan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Pandjaitan agar ada pembagian 20 persen saham untuk Presiden dan Wakil Presiden.
Fathan Subchi Dorong Pemerintah Sisir Belanja Tidak Prioritas
2 hari lalu
Fathan Subchi Dorong Pemerintah Sisir Belanja Tidak Prioritas
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fathan Subchi meminta pemerintah untuk mencari langkah antisipatif untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia, salah satunya adalah dengan cara menyisir belanja tidak prioritas.