Festival Borobudur: Pesta di Ketinggian Gunung Sumbing

Reporter

Minggu, 15 November 2015 10:40 WIB

Salah satu cagar alam yang masuk dalam 7 keajaiban dunia pada abad ke-9, Candi Borobudur terlihat berkilau dengan sorotan sinar lampu biru dalam perayaan ulang tahun PBB ke-70 di Magelang, Jawa Tengah, 24 Oktober 2015. AP Photo

TEMPO.CO, Magelang - Di pinggang Gunung Sumbing, 1700 meter dari permukaan laut, tepatnya di Desa Kradengan, sebuah festival berlangsung hangat. Sedikitnya lima ratus orang, warga desa dan pengunjung yang terdiri dari mahasiswa, penulis, jurnalis, turis mancanegara, dan peneliti dari berbagai tempat datang meramaikan Kradengan yang sepanjang hari dipenuhi kabut. “Monggo, monggo pinarak — mari, mari, silakan singgah,” begitu penduduk menyambut para pengunjung festival.

Hajatan itu bernama Festival Penulis dan Budaya Borobudur, yang tahun ini adalah penyelenggaraan keempat kalinya. Tema festival tahun ini adalah “Gunung, Bencana, dan Mitos di Nusantara”. Arkeolog, antropolog, ahli sejarah, penulis, didatangkan untuk berdiskusi di forum-forum festival. Erupsi gunung berapi, mulai dari Toba, Tambora, Merapi, dalam sejarah memang berperan signifikan dalam menghapus jejak peradaban kuno. “Gunung adalah pusat peradaban di nusantara. Membicarakan gunung adalah membicarakan peradaban,” kata Seno Joko Suyono, wartawan Tempo yang juga salah satu penggagas festival ini. Lokasi festival ini pun dipiih bergiliran di antara lima gunung di kawasan Jawa Tengah, yakni Gunung Merapi, Merbabu, Sindoro, Menoreh, dan Sumbing.

Tidak seperti halnya festival lain yang dipenuhi kemudahan turistik seperti penginapan dan makanan yang serba lezat, festival ini justru mengutamakan hadirnya pengalaman riil membaur bersama penduduk lokal. Yang terjadi adalah hajatan komunitas, berbagai lapisan masyarakat berpesta bersama. “Kami ingin peserta festival turut menghirup udara gunung, merayakan kehidupan yang diberikan gunung,” kata Romo Mudji Sutrisno, salah satu pendiri Festival Borobudur.

Maka, pada Jumat siang, 13 November, sekitar 300 peserta berangkat dengan menumpang bus yang disediakan panitia, dari Borobudur menuju Kradengan. Tak semua rute bisa dijangkau bus, sehingga peserta harus menyambung perjalanan dengan berjalan kaki. Jalanan menanjak berliku, kendati cuma tak lebih dari 500 meter, cukup menyulitkan peserta. “Waduh, sampai ngos-ngosan saya,” kata Gatut Wicaksana, salah seorang peserta.

Keringat lelah seolah terbayar tuntas saat sampai di tujuan. Kopi dan teh panas menanti, begitu pula hidangan khas Kradengan yang disajikan ibu-ibu setempat. Pecel daun pepaya, pisang goreng, tempe bacem, terasa berkali lipat lezatnya dibanding makanan serupa di restoran di kota besar. “Jangan lupa mencicipi yang ini, Mbak. Tumis belut campur petai,” kata seorang ibu sambil menyodorkan piring hidangan.

Sore yang berkabut terasa meriah di Kradengan. Obrolan hangat antara para pengunjung dan warga desa memenuhi udara. Gamelan ditabuh. Sebagian warga desa bersiap untuk pertunjukan yang akan digelar malam harinya. Semua orang bersemangat menanti malam, sambil berharap hujan tak turun di Kradengan.

Malam hari tiba. Orang-orang berduyun datang memenuhi halaman balai desa. Sambil bersila di pelataran, berbalut jaket dan sarung, hadirin menikmati tarian “Jeger” dari Sanggar Sumberanom, Banyuwangi. Kemudian, wayang gunung hadir membawa pesan pentingnya menjaga gunung. “Jika gunung terbakar, maka terbakar pula kehidupanmu,” kata Dalang Sih Agung, yang membawakan pentas wayang kontemporer malam itu.

Malam semakin hangat saat para penyair, Eka Budianta, Joko Pinurbo, dan Gunawan Maryanto, membacakan puisi. Seolah tersihir, ratusan hadirin mendengarkan kata-kata puisi dengan hikmat. Puncaknya, malam yang hangat itu ditutup dengan penampilan musik Grup Brayat Endah Laras, dengan lagu-lagu yang menggugah patriotisme. “Mana mungkin aku bahagia, melihat rakyat masih miskin,” lantunan lagu Endah Laras, yang namanya kian meroket setelah dia pentas di pembukaan Frankfurt Book Fair.

Maka, berakhirlah malam di Kradengan, menjelang tengah malam peserta festival kembali ke area Borobudur dengan bus. “Mengharukan sekali menyaksikan para penyair, seniman, peneliti, mendatangi warga desa, membacakan puisi, bermusik, di pelosok yang jauh, di ketinggian 1700 meter,“ kata Yoke Darmawan, Direktur Festival Borobudur. “Ini memang festival yang berbeda.”





MARDIYAH CHAMIM (MAGELANG)

Advertising
Advertising

Berita terkait

Aktivis Laporkan Pj Wali Kota Yogyakarta ke Gubernur DIY hingga Ombudsman, Ini Alasannya

6 hari lalu

Aktivis Laporkan Pj Wali Kota Yogyakarta ke Gubernur DIY hingga Ombudsman, Ini Alasannya

Koalisi Pegiat HAM dan Anti Korupsi melaporkan Pj Wali Kota Yogyakarta Singgih Rahardjo ke Gubernur DIY, Mendagri, KPK dan Ombudsman

Baca Selengkapnya

Gubernur Sumbar Apresiasi Festival Rakyat Muaro Padang

12 hari lalu

Gubernur Sumbar Apresiasi Festival Rakyat Muaro Padang

Festival yang menggelar beragam atraksi budaya diyakini mampu menghasilkan dampak positif untuk perekonomian.

Baca Selengkapnya

Hari Kartini, Yogyakarta Diramaikan dengan Mbok Mlayu dan Pameran Lukisan Karya Perempuan

14 hari lalu

Hari Kartini, Yogyakarta Diramaikan dengan Mbok Mlayu dan Pameran Lukisan Karya Perempuan

Para perempuan di Yogyakarta memperingati Hari Kartini dengan lomba lari dan jalan kaki, serta membuat pameran lukisan.

Baca Selengkapnya

Wali Kota Padang Mensyukuri Suksesnya Festival Rakyat Muaro Padang

16 hari lalu

Wali Kota Padang Mensyukuri Suksesnya Festival Rakyat Muaro Padang

Sederet pertunjukan seni budaya dipertontonkan selama tiga hari. Diharapkan generasi muda bisa melestarikan warisan budaya.

Baca Selengkapnya

Tak Hanya Malioboro, Tiga Kampung Wisata di Yogyakarta Ini juga Dilirik Wisatawan saat Libur Lebaran

17 hari lalu

Tak Hanya Malioboro, Tiga Kampung Wisata di Yogyakarta Ini juga Dilirik Wisatawan saat Libur Lebaran

Tiga kampung wisata di Kota Yogyakarta ini paling banyak didatangi karena namanya sudah populer dan mendapat sederet penghargaan.

Baca Selengkapnya

Mengintip Wahana Baru di Taman Pintar Yogyakarta saat Libur Lebaran

28 hari lalu

Mengintip Wahana Baru di Taman Pintar Yogyakarta saat Libur Lebaran

Dua alat peraga baru di Taman Pintar Yogyakarta di antaranya multimedia berupa Videobooth 360 derajat dan Peraga Manual Pump.

Baca Selengkapnya

Viral Karcis Parkir Resmi Ditempeli Tambahan Biaya Titip Helm, Dishub Kota Yogyakarta Bakal Bertindak

32 hari lalu

Viral Karcis Parkir Resmi Ditempeli Tambahan Biaya Titip Helm, Dishub Kota Yogyakarta Bakal Bertindak

Dalam foto yang beredar, terdapat tambahan karcis tidak resmi untuk penitipan helm yang membuat tarif parkir di Yogyakarta membengkak.

Baca Selengkapnya

BMKG Yogyakarta Keluarkan Peringatan Cuaca Ekstrem, Wisatawan Perlu Waspada saat ke Pantai

52 hari lalu

BMKG Yogyakarta Keluarkan Peringatan Cuaca Ekstrem, Wisatawan Perlu Waspada saat ke Pantai

Seorang wisatawan asing asal Hungaria juga dilaporkan sempat terseret ombak tinggi saat sedang melancong di Pantai Ngandong, Gunungkidul, Yogyakarta.

Baca Selengkapnya

Yogyakarta Tutup TPA Piyungan, Bagaimana Pengelolaan Sampah Destinasi Wisata Itu di Masa Depan?

58 hari lalu

Yogyakarta Tutup TPA Piyungan, Bagaimana Pengelolaan Sampah Destinasi Wisata Itu di Masa Depan?

Penutupan TPA Piyungan diharapkan bakal menjadi tonggak perubahan dalam pengelolaan sampah di Yogyakarta.

Baca Selengkapnya

Sokong Wisata Berkualitas, Yogyakarta Bentuk Ekosistem Kota Kreatif

6 Maret 2024

Sokong Wisata Berkualitas, Yogyakarta Bentuk Ekosistem Kota Kreatif

Yogyakarta memiliki unsur 5K yaitu Kota, Korporasi, Komunitas, Kampung dan Kampus, yang jadi modal mewujudkan Yogyakarta sebagai Kota Kreatif.

Baca Selengkapnya