TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Bidang Hukum dan Etik Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Bahtiar Husain mengeluarkan imbauan untuk semua dokter paru di Indonesia. Imbauan ini terkait dengan kabar adanya suap dokter dan farmasi yang dimuat majalah Tempo pada 2 November 2015.
Imbauan ini dikeluarkan dalam bentuk surat edaran yang ditujukan kepada semua dokter paru di Indonesia. "Semoga Allah melindungi kita semua sehingga mampu dan tetap menegakkan nilai-nilai moral dokter," kata Bahtiar dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Jumat, 13 November 2015.
Pada poin pertama disebutkan dokter diminta menegakkan prinsip moral dan etik dokter, khususnya beneficence. Beneficence di sini maksudnya adalah seorang dokter dalam bertindak semata-mata untuk kepentingan pasien.
Bahrain juga menyarankan agar menghindari pemberian sponsor langsung ke individu, tapi melalui perhimpunan. Terakhir, promosi atau detailing berfokus pada produk. Hal ini untuk menghindari terjadinya gratifikasi.
Apabila hal ini dilanggar, dokter yang bersangkutan dapat dikenai hukuman. Pasien yang merasa dirugikan, misalnya, dapat melapor ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sesuai dengan Pasal 66 ayat 3 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Dalam peraturan Menteri Kesehatan tahun 2014 pun telah disebutkan mengenai pengendalian gratifikasi di lingkungan Kementerian Kesehatan.
Peraturan lain yang dapat diterapkan adalah Undang-Undang Antikorupsi. Dalam peraturan itu disebutkan terdapat ancaman pidana paling singkat 4 tahun dan denda Rp 200 juta-1 miliar.
Kementerian Kesehatan memang sudah mengatur mengenai gratifikasi sejak 2014. Namun, hingga saat ini, ternyata masih terdapat kasus suap dokter. Berdasarkan hasil investigasi yang dimuat majalah Tempo edisi 2 November 2015, diduga 2.125 dokter menerima duit dengan nilai Rp 5 juta-2,5 miliar.