10 November dan Kisah Don Bosco yang Dikuras Bung Tomo
Editor
Sunu Dyantoro
Selasa, 10 November 2015 10:02 WIB
TEMPO.CO, Surabaya - Gedung Panti Asuhan Don Bosco di Jalan Raya Tidar Nomor 115, Surabaya, yang berdiri sejak 1937, merupakan saksi sejarah arek-arek Surabaya dalam bertempur melawan tentara Sekutu, yang membonceng tentara Belanda yang hendak menjajah kembali Indonesia pada 10 November 1945. Di tempat ini, Bung Tomo menuliskan sejarah bersama tokoh Surabaya lainnya: merebut gudang senjata itu dari Jepang untuk digunakan bertempur menggempur Sekutu.
Lempeng batu prasasti mengenang perebutan senjata itu menempel di bagian luar dinding gedung, dekat pintu gerbang utama kompleks panti asuhan ini. Pengelola Yayasan Don Bosco, Louis Wignya Karyana, 73 tahun, mengatakan yayasan ini berdiri pada 8 Desember 1927 didirikan oleh Pastor G.J. TerVeer, yang menjadi direktur pertama pada 1927-1933. Adapun pengesahan di tangan notaris F.B. Breg dilakukan dengan nomor akta 39.
Baca juga:
Bung Tomo: Pekik Allahu Akbar hingga Kritik Sukarno & Mahasiswi Nakal
Kisah Hidup Ely Sugigi: Bermula dari Mengurus Penonton Acara TV
Pada awal berdirinya, yayasan ini sudah banyak mempunyai tanggung jawab untuk mengasuh anak-anak. Namun, karena belum memiliki gedung sendiri, akhirnya anak-anak itu ditampung di panti-panti lain dan di rumah pondokan. “Panti pertama di rumah sewaan di Jalan Ngemplak Nomor 7-8, Surabaya, tepatnya pada 2 Desember 1931,” kata Louis, Sabtu, 24 Oktober 2015.
Pada 9 Oktober 1936, Yayasan Don Bosco mampu membeli tanah pertama di Jalan Tidar. Satu tahun berikutnya, mulai dibangun panti di daerah tersebut. Pada 16 November 1937, Panti Don Bosco pindah ke panti baru di Jalan Tidar. Lalu, satu bulan setelah itu, dibuka taman kanak-kanak di panti tersebut.
Selanjutnya, masa perkembangan yayasan ini pun tiba. Tahun-tahun berikutnya, pengelola juga membuka sekolah teknik pada 25 April 1938. Berikutnya, dibuka Sekolah Dasar Don Bosco pada 3 Januari 1939. Kemudian Don Bosco membeli tanah lagi di sekitar gedung itu, sehingga pada 13 Agustus 1939 yayasan membuka panti kedua.
Namun, pada 1942-1945, anak-anak panti asuhan tersebut harus diungsikan ke salah satu gedung di depan Katedral Surabaya, di Jalan Polisi Istimewa, sekitar 4 kilometer dari Don Bosco. Sebab, Jepang menjadikan gedung Don Bosco sebagai gudang senjata pada masa itu. “Jumlah anak-anak yang diungsikan sekitar 270,” ujar Louis.
Pada 22 Oktober 1947, SD Don Bosco dibuka kembali. Tahun berikutnya, TK Don Bosco juga sudah bisa dibuka kembali, dan Yayasan Panti Asuhan Don Bosco terus berkembang pesat hingga saat ini.
Tempo diberi kesempatan melihat lokasi yang dulu dijadikan tempat rongsokan senjata. Kini, lokasi itu sudah berubah menjadi lapangan. Louis juga menunjukkan bangunan gedung kuno itu dengan mengajak Tempo menelusuri lorong-lorong bangunan. Anak-anak panti yang sedang bermain menambah kehangatan kala itu.
Kamar demi kamar sangat rapi. Ada kamar tidur, kamar makan, kamar belajar bersama, serta beberapa kamar lain yang ditata rapi. Sepanjang lorong gedung merupakan bangunan kuno, termasuk tiang-tiangnya yang sebagian dari besi rel kereta api yang sangat kokoh. “Bangunan utama di sini tidak boleh diubah, ya seperti ini adanya,” tuturnya.
MOHAMMAD SYARRAFAH
Baca juga:
Bung Tomo: Pekik Allahu Akbar hingga Kritik Sukarno & Mahasiswi Nakal
Kisah Hidup Ely Sugigi: Bermula dari Mengurus Penonton Acara TV