EKSLUSIF: Suap Obat, KPK: Itu Gratifikasi, Jika...  

Reporter

Rabu, 4 November 2015 12:56 WIB

Plt Pimpinan KPK Johan Budi memberikan penjelasan kepada media tentang operasi tangkap tangan sejumlah orang pada Selasa, 20 Oktober 2015. TEMPO/Ridian Eka Saputra

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi sudah lama mencium dugaan gratifikasi dari perusahaan farmasi kepada dokter. Tapi, sampai saat ini KPK belum pernah menangani perkara korupsi terkait dengan kongkalikong antara farmasi dan dokter mengenai peresepan obat tersebut.





Meski demikian, Wakil Ketua KPK Johan Budi S.P. mengatakan, uang yang diterima dokter dari perusahaan farmasi dapat dikategorikan sebagai gratifikasi. Namun, dengan catatan memenuhi beberapa unsur di antaranya dokter yang menerima uang dari perusahaan farmasi tersebut berstatus sebagai pegawai negeri atau penyelenggara negara. "Arti pegawai negeri di sini sudah diperluas yakni seseorang yang menerima gaji dari uang negara," kata Johan, Oktober lalu.


Advertising
Advertising




Kedua, perusahaan farmasi memberikan uang kepada pribadi, bukan kepada institusi. Serta ketiga, uang atau barang yang diterima dokter tersebut minimal senilai Rp 500 ribu. "Ini sudah diatur dalam peraturan KPK," katanya.





Kasus dugaan gratifikasi atau suap terbongkar berdasarkan temuan Tim Investigasi Majalah Tempo. Sesuai catatan keuangan perusahaan farmasi PT Interbat yang diperoleh Tempo, sebanyak 2.125 dokter menerima uang dengan nilai antara Rp 5 juta sampai Rp 2,5 miliar. Mereka tersebar di lima provinsi, yaitu Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Sebagian dokter penerima uang dari Interbat itu berstatus pegawai negeri dan bekerja di rumah sakit milik pemerintah.





Adapun motif pemberian uang tersebut diduga agar dokter meresepkan obat-obat perusahaan ini dalam jangka waktu tertentu. Sebagian dokter mengakuinya sebagai bentuk kerja sama Interbat terkait dengan penjualan obat. Kerja sama itu berupa, Interbat memberi uang kepada dokter yang disebut sebagai diskon obat, lalu dokter akan meresepkan obat-obat produksi Interbat kepada pasien. Karena kerja sama ini, dokter diduga meresepkan obat-obat yang tidak dibutuhkan si pasien, atau obat-obat yang harganya kelewat mahal. Padahal, ada obat sejenis dengan harga lebih murah.





Baca:





Diduga Suap Ribuan Dokter, Begini Jawaban Interbat





Eksklusif: Suap Obat, Dokter Terima Mobil Yaris Hingga Camry





Menurut Johan, jika ada dokter yang menerima sesuatu dari perusahaan farmasi dan memenuhi ketiga unsur yang disebutkan sebelumnya, dokter bersangkutan wajib melaporkannya ke KPK sebagai penerimaan gratifikasi. Sesuai Pasal 12 C ayat 2 Undang-Undang Nomor 31 tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, disebutkan bahwa penyampaian laporan gratifikasi paling lambat 30 hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi diterima.





"Jika ada yang melaporkan kepada kami, maka tentu KPK akan mengkajinya terlebih dahulu apakah memenuhi unsur gratifikasi seperti diatur dalam UU," ujar Johan.





Beberapa aturan yang mengatur tentang gratifikasi tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagai berikut:





Pasal 12 B





(1) Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:





a. Yang nilainya Rp 10 juta atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi.





b. Yang nilainya kurang dari Rp 10 juta, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.





(2) Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.





Pasal 12 C





(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK.





(2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilakukan oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima.





(3) KPK dalam waktu paling lambat 30 hari kerja sejak tanggal menerima laporan wajib menetapkan gratifikasi dapat menjadi milik penerima atau milik negara.





TIM INVESTIGASI


Berita terkait

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

5 jam lalu

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

Wakil KPK Nurul Ghufron menilai dirinya menggugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta bukan bentuk perlawanan, melainkan pembelaan diri.

Baca Selengkapnya

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

5 jam lalu

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan perihal laporan dugaan pelanggaran etik yang ditujukan kepadanya soal mutasi ASN di Kementan.

Baca Selengkapnya

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

7 jam lalu

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

Nurul Ghufron mengatakan tak hadir dalam sidang etik Dewas KPK karena sengaja meminta penundaan sidang.

Baca Selengkapnya

KPK Sita Kantor NasDem di Sumatera Utara dalam Kasus Korupsi Bupati Labuhanbatu

7 jam lalu

KPK Sita Kantor NasDem di Sumatera Utara dalam Kasus Korupsi Bupati Labuhanbatu

KPK menyita kantor Partai NasDem di Labuhanbatu, Sumatera Utara, dalam perkara korupsi yang menjerat Bupati Erik Atrada Ritonga.

Baca Selengkapnya

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

8 jam lalu

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

KPK menemukan beberapa dokumen yang berhubungan dengan proyek dugaan korupsi pengadaan perlengkapan rumah dinas DPR dalam penggeledahan.

Baca Selengkapnya

Fakta-Fakta Sidang SYL: Duit Kementerian Dipakai Buat Sunatan, Bangun Kafe, hingga Cicil Alphard

11 jam lalu

Fakta-Fakta Sidang SYL: Duit Kementerian Dipakai Buat Sunatan, Bangun Kafe, hingga Cicil Alphard

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo alias SYL acapkali menggunakan uang Kementan untuk keperluan pribadi.

Baca Selengkapnya

Dewas KPK Tunda Sidang Etik Dua Pekan karena Nurul Ghufron Tak Hadir

14 jam lalu

Dewas KPK Tunda Sidang Etik Dua Pekan karena Nurul Ghufron Tak Hadir

Dewas KPK menunda sidang etik dengan terlapor Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron pada Kamis, 2 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Kantornya Digeledah KPK, Ini Kasus yang Menyeret Sekjen DPR Indra Iskandar

16 jam lalu

Kantornya Digeledah KPK, Ini Kasus yang Menyeret Sekjen DPR Indra Iskandar

Penyidik KPK menggeledah kantor Sekretariat Jenderal DPR atas kasus dugaan korupsi oleh Sekjen DPR, Indra Iskandar. Ini profil dan kasusnya.

Baca Selengkapnya

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Melawan KPK Akan Digelar Hari Ini

22 jam lalu

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Melawan KPK Akan Digelar Hari Ini

Gugatan praperadilan Bupati Sidoarjo itu akan dilaksanakan di ruang sidang 3 Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pukul 09.00.

Baca Selengkapnya

KPK Sebut Dana BOS Paling Banyak Disalahgunakan dengan Modus Penggelembungan Biaya

1 hari lalu

KPK Sebut Dana BOS Paling Banyak Disalahgunakan dengan Modus Penggelembungan Biaya

Modus penyalahgunaan dana BOS terbanyak adalah penggelembungan biaya penggunaan dana, yang mencapai 31 persen.

Baca Selengkapnya