Begini Cara Mabes Polri Tetapkan Perbuatan Ujaran Kebencian
Editor
Eko Ari Wibowo
Selasa, 3 November 2015 04:59 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Polisi Anton Charliyan menyebut, untuk menentukan apakah suatu kelompok atau individu menyebarkan ujaran kebencian, polisi akan menggandeng para pakar yang ahli dia bidang bahasa, budaya, atau agama.
"Untuk menentukan apakah ada ujaran kebencian dalam suatu tindakan, para ahli tersebut yang akan menentukannya karena setiap ujaran memiliki klasifikasi berbeda dari beberapa sudut pandang," kata Anton di ruangannya, Senin, 2 November 2015.
Kepolisian membantah surat edaran ini sebagai legitimasi yang dilakukan pemerintah terhadap masyarakat yang melakukan aksi kritik terhadap kinerjanya. Justru, polisi beranggapan surat edaran ini akan membantu menjaga harkat dan martabat manusia. (Lihat video Surat Edaran Ujaran Kebencian Membuat Masyarakat Mawas Diri di Medsos)
Adapun titik fokus ujaran kebencian adalah bagi mereka yang dianggap menyinggung SARA. "Polri bukan pembuat produk aturan, kami hanya mengingatkan bahwa ada konsekuensi hukum atas ujaran kebencian, bukan melarang," kata Anton.
Adanya indikasi ujaran kebencian bisa bermula dari laporan masyarakat yang merasa kehidupannya terganggu. Dari laporan tersebut, langkah pertama yang diambil kepolisian adalah dengan cara mediasi. "Kedua belah pihak akan dipertemukan dan dicari duduk permasalahannya. Kalau sudah sepakat, maka permasalahan dianggap selesai," kata Anton.
Meski begitu, kepolisian juga akan turut memantau lalu lintas pergerakan di media sosial. Walau tidak ada pengaduan, jika dianggap telah meresahkan dan berpotensi menimbulkan konflik, polisi berhak menindaklanjuti.
"Kalau sifatnya sudah kolektif dan membawa dampak terhadap pertikaian suatu kelompok masyarakat, maka kami akan tetap mengusut dan segera ditindaklanjuti," ucap Anton.
Jika terbukti bersalah, pelaku penyebar ujaran kebencian akan dikenai pasal yang terdapat di dalam Buku I KUHP Bab XVI, khususnya pada Pasal 310, Pasal 311, Pasal 315, Pasal 317, dan Pasal 318 KUHP.
Selain itu, penghinaan terhadap golongan penduduk atau kelompok atau organisasi diatur dalam Pasal 156 dan Pasal 157 KUHP. "Pelaku juga bisa dikenakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan hukuman paling berat, yaitu kurungan 12 tahun dan denda Rp 12 miliar," kata Anton.
LARISSA HUDA
Baca juga:
Suap Dokter=40 % Harga Obat: Ditawari Naik Haji hingga PSK
Terkuak, 40% dari Harga Obat Buat Menyuap Dokter