Massa yang tergabung dalam aliansi Sedulur Tunggal Roso melakukan aksi solidaritas terhadap pembunuhan petani penolak tambang pasir Lumajang bernama Salim (52) alias Kancil yang terjadi pada Sabtu 26 September 2015 di depan Gedung DPRD Kota Malang, 28 September 2015. TEMPO/Aris Novia Hidayat
TEMPO.CO, Surabaya - Polisi Daerah Jawa Timur berencana melakukan mutasi besar-besaran di jajaran Kepolisian Resor Lumajang. Mutasi itu juga akan dilakukan di jajaran polres daerah lainnya.
"Mutasi di tubuh Polres Lumajang adalah mutasi biasa," kata Kepala Bidang Humas Polda Jawa Timur Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono kepada Tempo, Senin, 2 November 2015.
Argo menolak bahwa mutasi yang akan dilakukan di Polres Lumajang berkaitan dengan adanya kasus pembunuhan Salim Kancil dan penganiayaan Tosan. Adanya kejadian tersebut kemudian membuat tiga orang polisi di tingkatan polsek terbukti menerima pungutan hasil tambang.
"Bukan karena itu," ujar Argo.
Argo beranggapan mutasi yang akan dilakukan merupakan mutasi yang biasanya dilakukan kesatuan polisi. Sehingga dia beranggapan tidak ada hal yang aneh dalam mutasi tersebut.
"Sudah ya yang jelas itu mutasi biasa saja," kata Argo.
Disinggung soal kasus penyerangan rumah Hamid, teman Salim Kancil dan Tosan, Argo mengatakan Iwan, sang pelaku, melakukannya secara spontanitas. Ini karena Iwan yang selama ini bekerja di Bali tiba-tiba mengetahui kakaknya menjadi tersangka terkait dengan tragedi di Desa Selok Awar-awar pada 26 September 2015 saat Iwan berlibur di Lumajang.
"Intinya begitu, jadi hanya melampiaskan kemarahannya saja," kata Argo.
Argo juga menambahkan saat ini Iwan sudah diamankan dan ditangani Polisi Resor Lumajang setelah melakukan pelemparan batu ke rumah Hamid.