Korban lumpur Lapindo yang berkas ganti ruginya belum dibayar melakukan sumpah pocong di depan ogoh-ogoh Aburizal Bakrie, di tanggul lumpur titik 21, Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, 26 Oktober 2015. TEMPO/Nurhadi
TEMPO.CO, Sidoarjo -PT Minarak Lapindo Jaya tetap tidak mau membayar puluhan berkas ganti rugi korban Lapindo sesuai kesepakatan awal. Minarak beralasan, dulu pihaknya tidak melakukan verifikasi atas berkas-berkas tersebut.
"Kalau mereka (warga) tidak sepakat ya tidak apa-apa. Ini masalah jual-beli, bukan ganti rugi. Dulu saat pembayaran 20 persen berkas-berkas tersebut belum diverifikasi," kata Direktur Umum Minarak, Andi Darussalam Tabusalla, saat dihubungi, Selasa 27 Oktober 2015.
Berkas ganti rugi warga yang belum dibayar karena masih dianggap bermasalah oleh PT Minarak Lapindo Jaya ada 80 berkas. Dari jumlah itu, selain karena masalah waris, sebagian besar disebabkan sengketa status tanah basah dan tanah kering.
Berdasarkan kesepakatan awal, tanah warga dibayar dengan harga tanah kering. Saat pembayaran tahap pertama sebesar 20 persen sudah dilakukan. Namun, saat pemerintah memberikan dana talangan, Minarak justru melanggar kesepakatan itu.
Minarak berubah dengan hanya bersedia membayar dengan presentase harga 60 persen tanah kering dan 40 persen tanah basah. Harga tanah basah dan kering terpaut jauh. Tanah basah hanya dibayar Rp 120 ribu, sedangkan tanah kering Rp 1 juta per meter persegi.
Selain ada 80 dari total 3.331 berkas yang ditalangi pemerintah yang belum dibayar, masih ada 26 berkas lagi yang belum sama sekali dibayar. Di luar kedua kelompok berkas itu juga masih ada 85 berkas (114 rumah) lainnya belum mendapatkan ganti rugi berupa rumah di Kahuripan Nirwana Village (KNV).
Saat ditanya ihwal berkas-berkas terkait ganti rugi rumah tersebut, Andi justru mengalihkan pembicaraan. "Sudahlah warga seharusnya berterima kasih kepada Lapindo karena sudah mau memberikan ganti rugi," ujar dia.