Babak Kedua Sengketa Gus Dur - Abu Hasan

Reporter

Editor

Senin, 4 Agustus 2003 09:36 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta:Apakah berdirinya PBNU tandingan sudah menandai klimaks sengketa Gus Dur-Abu Hasan ? Jawabannya: belum !

Muktamar Luar Biasa (MLB) yang digelar mendadak oleh Abu Hasan di Pondok Gede Januari lalu memang sempat membuat banyak orang tersentak. Pasalnya sederhana. NU selama ini dikenal memiliki orientasi "teologi irja'i", demikian Syafi'i Anwar, wakil pemimpin redaksi Ummat, menulis dalam majalahnya, edisi 5 Februari lalu. Maksudnya, NU mempunyai kecenderungan untuk lebih akomodatif, bukan konfrontatif, dalam menyelesaikan konflik intern. NU, seperti tercantum dalam AD/ART-nya, mengenal konsep ishlahu dzatil bain, merukunkan orang sekerabat yang sedang bersengketa.

Kaidah itu sudah terbukti efektif. Ketika terjadi "sengketa alot" antara kubu Cipete (Idham Chalid) dan Situbondo (Kiai As'ad) menjelang muktamar Situbondo tahun 1984, Kiai As'ad dan Ali Ma'shum Krapyak (keduanya sudah almarhum) melakukan "marathon" keras untuk menjembatani kesenjangan antara dua kubu itu. Akhirnya, tanpa ada intervensi dari pihak luar, sengketa itu bisa diatasi. Kubu Cipete mengalah, dengan konsesi-konsesi tertentu. Dan akhirnya, selama dua periode (1984-1989 dan 1989-1994), Gus Dur menakhodai NU tanpa ada guncangan berarti.

MLB Pondok Gede menguak kecenderungan lain. Sikap akomodatif itu ternyata mulai melapuk. Dan lahirlah PBNU tandingan. Kiai-kiai sepuh, sepertinya, gagal melakukan "mediasi". Gus Dur ngotot. Abu Hasan pun merangsek terus. Dead-lock.

Pemerintah menawarkan islah. Pihak Abu pun menyambut, tapi masih terus ngebet mempersoalkan keabsahan kepengurusan PBNU hasil muktamar Cipasung. Sementara itu pihak Gus Dur semula menolak tawaran itu, tapi akhirnya menerima dengan syarat: pihak Abu mau menerima dan tunduk terhadap hasil Muktamar Cipasung. Pihak Abu tak menggubris. PBNU mengancam, jika lepas iedul fitri kemarin pihak Abu masih "membangkang", tidak mau kembali kepada jalan yang benar (ruju' ilal haq), mereka akan terpaksa dipecat. Tanggal 14 Maret 1996 lalu, ancaman itu dilaksanakan. 19 orang dari pihak Abu Hasan, termasuk Abu sendiri dan Kiai Hamid Baidlawi dari Lasem, Jawa Tengah, "dimakzulkan" keanggotaannya dari NU.

Tapi, sengketa Gus Dur-Abu Hasan belum selesai di situ. Sengketa yang berujung pada MLB dan berdirinya PBNU tandingan itu barulah babak pertama. Sengketa ini, betapapun menggetarkan banyak warga NU, namun tempiasnya hanyalah mengenai figur-figur elit belaka. Katakanlah, sengketa "orang-orang atas": Gus Dur, Abu, Hamid Baidlawi, dll.

Advertising
Advertising

Sengketa babak kedua lebih luas cakupannya.

Mulanya adalah tuduhan Kiai Hamid di Muktamar Pondok Gede baru lalu, bahwa warga nahdiyyin sedang diancam dari dalam. Ancaman intervensi negara? Bukan! Yang dimaksudkannya adalah ancaman penggerogotan aqidah ahlissunnah wal jama'ah (Aswaja). Tuduhan ini diarahkan kepada Kiai Said Aqil Siradj, wakil katib Syuriyah PBNU. Kiai yang menyelesaikan S-3 di Universitas Ummul Qura, Makkah, ini dituduh telah mengkampanyekan Syi'ah di NU. Bagaimana ini terjadi?

Dua tahun yang lalu, ketika baru pulang dari Arab, Kiai Said diundang dalam sebuah diskusi terbatas oleh anak-anak muda NU. Diskusi yang juga dihadiri oleh kolumnis Mohamad Sobari itu, membicarakan gagasan Kiai Said mengenai "Penafsiran Kembali Doktrin Ahlussunnah Wal Jama'ah". Ketika itu, Kiai Said banyak mengungkap aspek-aspek yang kritis dalam sejarah pembentukan doktrin tersebut. Dia menganggap bahwa definisi doktrin Aswaja yang dibuat oleh Hadlratussyeikh K.H. Hasyim Asy'ari, "boleh dianggap memalukan, jika didengar orang lain". Pernyataan ini rupanya yang menyebabkan "sengatan" luar biasa pada kalangan kiai-kiai sepuh.

Ceramah Kiai Sa'id itu kemudian ditranskrip. Transkripsi itu, tanpa sepengetahuan kiai Sa'id, beredar ke mana-mana. Entah dibawa angin apa, transkripsi itu akhirnya juga tiba di tangan Kiai Hamid Baidlawi. Ketika menyampaikan pidato di Muktamar Pondok Gede, transkripsi itulah yang menjadi pegangan Kiai Hamid untuk menyerang Kiai Sa'id.

Beberapa hari setelah MLB di Pondok Gede itu, sebuah surat protes melayang ke PBNU. Surat itu ditandatangani 12 orang. Semuanya dari kubu Simprug (Abu Hasan). Mereka, antara lain, Kiai Hamid, Attabik Ali (putera Kiai Ma'shum Krapyak), Hasib Wahab (putera Kiai Wahab Hasbulloh), Badri Masduki (Kiai yang pernah mimpi mendapat "wangsit" tentang Pak Harto), dan Bashori Alwi. Mereka menuduh, Kiai Sa'id telah menyeleweng dari doktrin resmi NU, dan, karenanya, harus di-DO dari kepengurusan PBNU. Belakangan, kiai Badri Masduki malah mengirim surat ke majalah ,Aula terbitan PW-NU Jawa Timur. Isinya seabreg argumen yang menyatakan: Kiai Sa'id telah murtad.

Benarkah tuduhan pada Kiai Sa'id itu diarahkan hanya pada dirinya belaka?

Sementara itu pengamat beranggapan bahwa Kiai Sa'id adalah sasaran antara. "Saya kira ada benarnya itu," kata Kiai Sa'id suatu ketika. The real target tentu Gus Dur. Tentu ini tak aneh. Tuduhan pasal Syi'ah bahkan mengenai Gus Dur sendiri. Dalam berbagai kesempatan, Gus Dur selalu mengatakan bahwa secara kultural, NU ada kesamaan dengan Syi'ah. Tradisi pemujaan wali, kepercayaan pada keramat, ziarah kubur, penghormatan kepada ahlul bait (keluarga Nabi: Ali, Fatimah, Hasan, Husen), adalah sebagian tradisi yang berkembang kuat di kalangan Syi'ah. Pernyataan Gus Dur ini, oleh Kiai Hamid dan kiai-kiai yang sepaham, dianggap sebagai perasaan simpati pada Syi'ah.

Yang jelas, Kiai Hamid berhasil menarik simpati banyak kiai NU. Bagi kiai-kiai tradisional, berdirinya PBNU tandingan, barangkali, tak terlalu menjadi soal benar. Itu soal struktural yang tak menyentuh "inti" NU. Tapi, begitu menyangkut aqidah NU, kiai-kiai itu bisa marah besar. Di Jawa Timur, isu penyebaran Syi'ah di NU menimbulkan heboh. Maklum, wilayah ini, terutama daerah "tapal kuda"-nya, merupakan basis yang paling fanatik dari NU. Tanggal 11 Maret lalu, berlangsung semacam "pengadilan" atas Kiai Sa'id di Bangil. Acara itu bertempat di Pesantren Wahid Hasyim, asuhan Kiai Chalid Syakir, dihadiri oleh 70 kiai lokal serta ratusan warga nahdiyyin. Selama kurang lebih tiga jam, Kiai Sa'id, dengan didampingi Gus Dur, mempertanggungjawabkan ide-idenya. Usai acara, seorang kiai sepuh menyeruduk Kiai Sa'id, merangkulnya, sambil berseru, "Orang sebaik ini kok dituduh murtad." Para kiai, akhirnya, maklum dan dapat memahami gagasan Kiai Sa'id.

Selang tiga hari kemudian, 14 Maret, "pengadilan" berlangsung kembali. Kali ini di Madura, daerah yang paling fanatik "memeluk" (agama?) NU. Bertempat di pesantren Syaikhuna, Bangkalan, Kiai Sa'id harus berbicara mengenai ide-idenya yang "nakal" di hadapan publik awam. Dia sempat bingung. Tapi dengan dukungan Gus Dur, masyarakat Bangkalan akhirnya bisa di"maklum"kan. Konon, acara serupa akan digelar di berbagai tempat di Jawa Timur.

Berhasilkah Kiai Hamid melakukan delegitimasi atas Gus Dur? Nampaknya, dengan isu Syi'ah, dia cukup sukses. Barangkali, dengan isu itu, kubu Simprug berhasil melakukan pukulan yang "telak" pada jantung masyarakat nahdliyyin. Setidaknya, di Jawa Timur, banyak kiai termakan oleh isu tersebut. Cabang NU Pasuruan, dua bulan lalu, melayangkan surat ke PBNU, agar Kiai Sa'id dicopot.

Belum jelas, akan ke mana arah sengketa babak kedua ini. Tapi, berdasarkan pengalaman yang lampau, Gus Dur berhasil menepis segala macam isu kontroversial yang menerpa dirinya. Tahun 1988, di Pesantren Buntet, Cirebon, terjadi "pengadilan" atas Gus Dur. Juga ketika muktamar Cipasung. Dengan retorikanya yang cerdas, Gus Dur bisa mendudukkan segala soal yang semula nampak kontroversial, termasuk isu kunjungan ke Israel yang oleh majalah Gatra di"sulut-sulut" untuk membangkitkan sentimen ABG (Asal Bukan Gus Dur).

Yang jelas, dalam rapat pleno tanggal 14 Maret lalu, PBNU telah membentuk panitia khusus untuk merumuskan kembali doktrin Aswaja dan sikap yang wajar atas Syi'ah. Walhasil, manuvre Kiai Hamid dengan isu Syi'ah ini tidak seluruhnya merugikan. Perbincangan sekitar isu Syi'ah kemudian menyulut kembali diskusi yang telah lama padam mengenai doktrin Aswaja dan relevansinya dengan dunia modern. Kiai-kiai pesantren juga mulai membolak-balik buku tarikh yang lama dilupakan. Maklum, selama ini, pesantren hanya "terpesona" pada literatur fikih semata. []


Ulil Abshar-Abdalla
Peneliti pada Institut Studi Arus Informasi (ISAI)

Berita terkait

Beasiswa Penuh di 7 Kampus BUMN Dibuka untuk 110 Orang, Begini Syarat dan Pendaftarannya

7 menit lalu

Beasiswa Penuh di 7 Kampus BUMN Dibuka untuk 110 Orang, Begini Syarat dan Pendaftarannya

Aliansi Perguruan Tinggi BUMN mengatakan, beasiswa ini diberikan agar lebih banyak siswa siswi yang bisa menikmati jenjang pendidikan tinggi.

Baca Selengkapnya

Erupsi Gunung Ibu dan Gunung Semeru Bersautan, Begini Rincian Daerah Berbahaya Rekomendasi Badan Geologi

9 menit lalu

Erupsi Gunung Ibu dan Gunung Semeru Bersautan, Begini Rincian Daerah Berbahaya Rekomendasi Badan Geologi

Dalam semalam, Gunung Ibu dan Gunung Semeru bergantian mengalami erupsi. Badan Geologi, melalui PVBMG, merekomendasikan penetapan daerah berbahaya.

Baca Selengkapnya

Wantim Golkar Rekomendasikan Ahmed Zaki Iskandar Jadi Bakal Cagub Jakarta, Apa Alasannya?

17 menit lalu

Wantim Golkar Rekomendasikan Ahmed Zaki Iskandar Jadi Bakal Cagub Jakarta, Apa Alasannya?

Wantim Golkar mengakui popularitas Ahmed Zaki Iskandar tak setinggi kandidat lain seperti Ridwan Kamil.

Baca Selengkapnya

Mengenal Joel Matip yang akan Hengkang dari Liverpool

36 menit lalu

Mengenal Joel Matip yang akan Hengkang dari Liverpool

Bek Liverpool Joel Matip akan hengkang dari Liverpool setelah delapan tahun bermarkas di Anfield

Baca Selengkapnya

Luhut: World Water Forum Bali Akan Hasilkan 120 Proyek Senilai Rp 150 Triliun

44 menit lalu

Luhut: World Water Forum Bali Akan Hasilkan 120 Proyek Senilai Rp 150 Triliun

Luhut mengungkap itu lewat pernyataannya bahwa World Water Forum di Bali harus menghasilkan, apa yang disebutnya, concrete deliverables.

Baca Selengkapnya

Youtuber Ridwan Hanif Daftar Penjaringan Bakal Calon Bupati Klaten 2024 di PKS

44 menit lalu

Youtuber Ridwan Hanif Daftar Penjaringan Bakal Calon Bupati Klaten 2024 di PKS

Youtuber, Ridwan Hanif mendaftarkan diri mengikuti penjaringan sebagai bakal calon bupati (cabup) dalam Pilkada Klaten 2024 melalui PKS

Baca Selengkapnya

Ketua Umum PWI Kenang Salim Said Sebagai Tokoh Pers yang Serbabisa

1 jam lalu

Ketua Umum PWI Kenang Salim Said Sebagai Tokoh Pers yang Serbabisa

Hendry menyebut almarhum Salim Said menunjukkan bahwa wartawan dapat menjadi apa saja untuk mengabdi kepada bangsa dan negara.

Baca Selengkapnya

Siswa MTs di Semarang Diduga Aniaya Adik Kelas Pakai Setrika karena Ajakan Jabat Tangan Tak Direspons

1 jam lalu

Siswa MTs di Semarang Diduga Aniaya Adik Kelas Pakai Setrika karena Ajakan Jabat Tangan Tak Direspons

Seorang siswa Madrasah Tsanawiyah atau MTs di Susukan, Kabupaten Semarang diduga menganiaya adik kelasnya menggunakan setrika di asrama

Baca Selengkapnya

Ekonom Sebut Ekonomi Indonesia Terlalu Bergantung pada Sumber Daya Alam

1 jam lalu

Ekonom Sebut Ekonomi Indonesia Terlalu Bergantung pada Sumber Daya Alam

Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin kondisi ekonomi Indonesia dalam masalah karena terlalu tergantung pada sumber daya alam.

Baca Selengkapnya

Rentetan Erupsi Gunung Semeru Hari Ini: Kolom Abu Sampai 800 Meter, Awan Panas 3 Kilometer

1 jam lalu

Rentetan Erupsi Gunung Semeru Hari Ini: Kolom Abu Sampai 800 Meter, Awan Panas 3 Kilometer

Gunung Semeru dilaporkan erupsi sepanjang Sabtu, 18 Mei 2024. Status masih Siaga.

Baca Selengkapnya