Patrice Rio Capella (kedua kanan) mendapatkan pengawalan petugas saat keluar dari gedung KPK, Jakarta, 23 Oktober 2015. Rio Capella menjadi tersangka terkait penyelidikan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara dan atau Kejaksaan Agung dengan menerima suap Rp 200 juta dari Evy Susanti. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch Donal Fariz menduga ada keterlibatan orang lain di balik penahanan mantan Sekretaris Jenderal Partai NasDem Patrice Rio Capella. Menurut dia, hal itu terlihat dari sikap Komisi Pemberantasan Korupsi yang menawarkan mekanisme sekutu penegak hukum (justice collabolator) kepada Rio.
"Tawaran justice collabolator itu merupakan kode. Artinya, Rio bukanlah intellectual dadder (aktor intelektual)," ujarnya dalam sesi diskusi bertema hukum dan pertaruhan politik, di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu, 24 Oktober 2015.
Mekanisme justicecollaborator ditawarkan KPK kepada Rio Capella setelah dia ditahan sebagai tersangka. Rio diduga menerima suap untuk menginstruksikan kader NasDem yang kini menjabat Jaksa Agung H.M. Prasetyo guna mengamankan kasus tersebut. Dengan tawaran itu, Rio berpeluang mendapat keringanan hukuman asalkan mau mengungkap orang-orang yang terlibat dalam penyelidikan kasus penyelewengan dana bantuan sosial di Sumatera Utara.
Menurut Donal, tawaran justicecollabolator merupakan strategi penyidikan untuk mengusut kasus yang sulit diurai lewat mekanisme biasa. Kasus korupsi Rossa Manullang yang merembet pada petinggi Partai Demokrat merupakan salah satu buktinya. Dalam kasus Rio, dia berharap mekanisme itu mampu membuka kotak pandora dan menelusuri aktor intelektual yang melibatkan pejabat di Partai NasDem. "Dia bukan top of mind. Pasti ada orang yang lebih berkuasa dan menyuruhnya melakukan itu," kata Donal.
Menurut Donal, kasus ini juga mengkonfirmasi kritik publik terhadap upaya penegakan hukum di era pemerintah Presiden Joko Widodo. Problem ini muncul karena Jokowi mempercayakan posisi strategis pimpinan Jaksa Agung dari orang yang berlatar partai politik. "Sulit dibantah, konflik dualisme Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan juga berakar dari masalah yang sama," ujar Donal.