Pemerintah Diminta Klarifikasi Tujuan Bela Negara
Editor
Zed abidien
Senin, 19 Oktober 2015 16:52 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat pertahanan nasional Indonesia, Edy Prasetyono, mengatakan Kementerian Pertahanan harus memberikan klarifikasi maksud dari bela negara. Menurutnya, bela negara punya potensi interpretasi yang berbeda.
"Yang dimaksudkan apakah membangkitkan nasionalisme dan wawasan kebangsaan dengan pendidikan kewarganegaraan, atau membentuk kekuatan pertahanan," kata Edy, dalam diskusi Konsep Bela Negara dan Sistem Pertahanan Indonesia, di CSIS, Jakarta, 19 Oktober 2015.
Selain itu, menurut Edy, bela negara tidak monopoli satu institusi tertentu. Edy mengatakan bahwa dua tujuan tersebut berimplikasi berbeda. "Kalau yang pertama bisa dilakukan secara bersama-sama. Kalau yang kedua maka perlu dibuat regulasi," katanya.
Edy mencontohkan, seorang diplomat melakukan bela negara tanpa baris-berbaris dan guru di daerah terpencil membela negara di bidang pendidikan. "Maka dari itu bela negara tidak bisa diartikan secara sempit hanya dalam militer," katanya
Menurut Edy, bela negara berbeda dengan wajib militer. Wajib militer, kata Edy, berarti masyarakat yang sudah siap dipersenjatai dan masuk institusi militer. "Syaratnya ada ancaman dari luar negara, negara itu kecil biasanya ancamannya nyata sehingga mewajibkan militer. Bela negara aspeknya lebih luas," katanya.
Berbeda pula dengan militerisasi, yang punya keinginan untuk semua mobilisasi menjadi satu kekuatan militer. "Pemahaman kami, bela negara bermacam-macam bisa pertahanan dan nonpertahanan," katanya.
Terkait dengan empat poin bela negara, pendidikan kewarganegaraan, latihan dasar militer, menjadi TNI, dan pengabdian profesi dalam bela negara, menurut Edy, perlu dibuat undang-undang dan harus ada regulasinya.
Sebelumnya, Kementerian Pertahanan mencanangkan program bela negara untuk warga negara Indonesia yang berusia 18-50 tahun. Dasar hukum yang digunakan adalah Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 dan Undang-Undang Pertahanan Nomor 3 Tahun 2002. Rencananya program ini akan diresmikan pada 20 Oktober 2015.
Hadir sebagai pembicara dalam diskusi tersebut pengamat politik sekaligus mantan Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto, dan peneliti CSIS bidang politik dan hubungan internasional, Iis Gandarsih.
ARKHELAUS WISNU