Hari Pangan, Siswa Yogyakarta Tulis Surat untuk Jokowi
Editor
Untung Widyanto koran
Sabtu, 17 Oktober 2015 12:04 WIB
TEMPO.CO, Yogyakarta - Puluhan anak-anak berjalan menyusuri pematang sawah sembari mengangkat aneka poster dari kardus bekas, di kampung Nitiprayan Kasihan, Kabupaten Bantul, Sabtu pagi, 17 Oktober 2015.
Poster kardus yang ditulis dengan krayon warna-warni itu memuat seruan para bocah seperti 'Ayo Makan Sayur!', 'Kami Punya Hak Makanan Sehat', juga 'Jangan Nyampah Sembarangan!'.
Dengan iringan kendang dan nyala dupa dari para anak, sejumlah poster itu ditujukan sebagai kampanye pangan lokal dalam rangka peringatan Hari Pangan Sedunia yang jatuh tiap tanggal 16 Oktober.
Anak-anak itu berasal dari sekolah dasar Sanggar Anak Alam Nitiprayan Bantul. Kebetulan, sanggar sekolah nonformal ini berlokasi di tengah areal persawahan kampung yang sering dijuluki masyarakat sebagai kampung seniman itu.
Kampanye hari pangan itu pun mengundang perhatian para petani yang pagi itu sedang turun ke sawah dan warga kampung yang akan memulai aktivitas.
Setelah demo singkat bersama para orang tua dan guru itu, para anak itu berkumpul di halaman sekolah mereka yang telah disulap menjadi lokasi pameran pangan lokal. Sebanyak 30 stan pangan lokal diisi para orang tua juga warga sekitar sekolah.
Di atas sebuah kertas karton warna putih, secara bergiliran para anak yang rata-rata berusia 10 tahun itu menulis harapan mereka tentang Hari Pangan. Harapan-harapan itu akan dikirimkan kepada Presiden Joko Widodo.
"Selamatkan kami dari kabut asap" tulis, Fafa, 10 tahun. Siswa lain, Abram, 10 tahun, menuliskan harapan pada presiden agar lebih menjaga bumi. Sedangkan Jeno, 10, meminta "Selamatkan kami dari asap rokok".
Pendiri Sanggar Anak Alam, Sri Wahyaningsih, menuturkan sekolah yang didirikan sejak tahun 2000 itu sejak awal mengorientasikan pendidikan siswa yang berpijak pada empat hal. Yakni pelestarian lingkungan, kesehatan, pangan lokal, dan interaksi sosial budaya.
"Caranya dengan melibatkan peran orang tua secara lebih intensif melalui sebuah forum komunitas," ujar Wahya.
Misalnya untuk bidang pangan, secara rutin sejak jenjang kelompok bermain, orang tua diajak terlibat mengajarkan anak-anaknya peduli dengan pangan lokal sekitar.
"Sekolah juga ada program kebun sendiri dan pemberian snack yang bersumber dari pangan lokal, tanpa pengawet, MSG, dan bahan kimia lain berbahaya," ujarnya.
Wahya menuturkan, sanggarnya juga menjalin kerja sama dengan kelompok wanita tani setempat untuk memasok produk pangan lokal yang diolah bagi kebutuhan jajanan anak.
"Dengan perkembangan penyakit degeneratif saat ini, dan pengobatan yang makin mudah dan murah, kampanye pangan sehat makin terabaikan," ujarnya.
Dalam pameran pangan di sekolah itu, warga pun mengolah berbagai menu menarik yang dijajakan pada pengunjung. Seperti mi instan organik, nasi liwet organik, susu kedelai, macam-macam camilan jamur, hingga ketan.
PRIBADI WICAKSONO