Setya Novanto (kanan) bersama Fadli Zon dalam jumpa pers terkait pertemuan dengan Donald Trump di Senayan, Jakarta, 14 September 2015. Proyek bersama Hary Tanoesoedibjo dan Donald Trump adalah pengelolaan resor di kawasan Lido, Bogor, Jawa Barat. TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Kehormatan Dewan akan membahas pelanggaran kode etik pimpinan DPR dalam rapatnya Senin, 12 Oktober 2015. Pelanggaran ini terkait dengan kedatangan pimpinan DPR, Setya Novanto dan Fadli Zon, ke konferensi pers Donald Trump. "Sudah dipanggil tapi belum ada jawaban," kata Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan DPR Sufmi Dasco Ahmad pada Tempo di Jakarta, Minggu, 11 Oktober 2015.
Salah satu pelapor kasus dugaan kode etik sekaligus anggota fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Adian Napitupulu mengatakan akan menyerahkan sepenuhnya hasil pemeriksaan kepada MKD. Namun, ia meminta MKD untuk memberikan sanksi yang tegas bagi keduanya. "Ini masalahnya terkait kehormatan DPR. Dalam MKD seseorang dapat dilepas jabatannya jika melanggar tata negara," ujar Adian pada Tempo.
Adian percaya MKD dapat berlaku adil dan memiliki loyalitas terhadap rakyat. Ia menganggap tindakan kedua pimpinan DPR telah menjadikan DPR bahan tertawaan. Apalagi status keduanya sebagai pimpinan Dewan, yang bisa dianggap bahwa keduanya pergi sebagai perwakilan 560 anggota DPR lainnya. Menurut Adian, hadir di konferensi pers calon presiden Amerika tersebut tidak sepatutnya dilakukan. Bahkan menurut dia hadir di pemilihan kepala daerah di dalam negeri saja tidak boleh, apalagi ini di acara kampanye presiden Amerika.
Pada awal September lalu, Setya Novanto berserta rombongan terlihat hadir di acara konferensi pers calon presiden Amerika, Donald Trump. Hal ini lantas menuai kontroversi di dalam negeri dan juga menjadi perhatian manca negara. Atas hal ini dua pimpinan Dewan yang hadir, yakni Setya Novanto dan Fadli Zon dilaporkan ke MKD terkait dengan dugaan pelanggaran kode etik.