Kades Salim Kancil Jadi Tersangka, Pejabat Lain Terseret?
Editor
Febriyan
Rabu, 30 September 2015 19:49 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Jawa Timur Ony Mahardika menilai kasus pertambangan ilegal di Desa Selok Awar-awar, Lumajang yang menewaskan seorang petani, Salim Kancil, tak hanya diotaki oleh Kepala Desa Hariyono. Dia menduga adanya pejabat tinggi baik tingkat daerah maupun pusat yang juga terlibat.
"Tidak menutup kemungkinan ada pejabat tinggi yang terlibat dalam kasus penambangan pasir ini, namun kami sedang mengumpulkan fakta-fakta untuk mengungkapkan semuanya, yang jelas kami tetap bersikukuh jika Kepala Desa adalah salah satu aktor utama dari kasus ini," ujar dia saat dihubungi Tempo, Rabu, 30 September 2015
Salim Kancil adalah Desa Selok Awar-awar yang menjadi korban penganiayaan hingga tewas pada, Sabtu, 26 September 2015. Penganiayaan itu diduga karena Salim kerap menolak aktifitas tambang ilegal di kampungnya itu. Selain Salim Kancil, penganiayaan juga dialami oleh Tosan, rekan Salim yang juga aktif menolak tambang.
Kepolisian Resort Lumajang, kemarin sudah menetapkan Hariyono dalam kasus tambang ilegal itu. Sementara 22 orang lainnya sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus penganiayaan dan pembunuhan. Soal siapa otak dibalik pembunuhan Salim Kancil, polisi masih terus mendalaminya
Ony berujar bahwa dugaan adanya pejabat tinggi dibelakang tambang ilegal itu dilatarbelakangi karena pemerintah tak serisu dalam menangani kasus ini. Padahal penambangan pasir ilegal ini sudah terjadi sejak beberapa bulan silam dan sudah dilaporkan berkali-kali oleh warga.
"Jika ditangani sedari awal pasti tidak ada korban, soalnya penambangan pasir liar di Desa Selok Awar-awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang sudah terjadi sejak Januari 2015 silam, dan warga sudah mengadukan ini ke aparat kepolisian dan pemerintah setempat, namun tidak pernah ada tanggapan," kata dia.
Tudingan adanya aktor lain dalam kasus tambang ilegal ini juga meluncur dari Lembaga Bantuan Hukum Surabaya. Pengacara LBH, Abdul Wachid, mencurigai adanya perusahaan besar PT Indo Modern Mining Sejahtera dibelakang tambang ilegal ini.
Menurut LBH, PT IMMS memanfaatan kepala desa dan warga sekitar untuk melakukan penambangan ilegal. Hal ini dilakukan karena PT IMMS tak memiliki izin eksploitasi di lahan ini. PT IMMS hanya memiliki izin eksplorasi. Teknisnya, kepala desa mengumpulkan masyarakat dan menjelaskan tempat mereka dijadikan akan dijadikan obyek wisata. Warga dikerahkan untuk mengeruk pasir, dan pengusaha sebagai penadahnya. “Katanya dijadikan tempat wisata, malah banyak truk pengangkut pasir yang banyak datang,” tutur Wachid.
Wachid juga mengatakan bahwa sebenarnya, daerah tersebut merupakan daerah hutan produksi dan perhutani. Secara normatif tidak bisa digunakan sebagai area tambang. Seharusnya digunakan sebagai area pertanian atau perkebunan.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Lumajang, Totok Suharto, membantah ihwal pembiaran yang dilakukan pemerintah terhadap keberadaan penambangan ilegal tersebut. Menurut dia, Pemerintah Kabupaten Lumajang akan melakukan sosialisasi kepada masyarakat soal keberadaan tambang pasir ilegal ini. "Kamis besok kami akan melakukan sosialisasi. Baru kemudian kami lakukan penertiban," kata Totok.
Sementara soal tudingan PT IMMS terlibat dalam penambangan ilegal ini dibantah Kepala Dinas Energi Sumber Daya dan Mineral Jawa Timur Dewi J Putriatmi. Menurut dia, PT IMMS memang memiliki ijin untuk menambang pada lahan tersebut yang masa berlaku hingga tanggal 8 Agustus 2022. "Perusahaan itu memiliki nomor Izin Usaha Pertambangan (IUP) IUP PP : 188.45/247/427.12/2012," kata Dewi.
Akan tetapi, PT IMMS sudah menghentikan aktivitas tambangnya sejak 13 Juni 2014. Alasannya, perusahaan tersebut tidak memiliki fasilitas pengolahan dan pemurnian hasil tambang. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara pasal 102 dan pasal 103.
Menurut Dewi, PT IMMS juga sudah melaporkan adanya aktivitas penambangan liar di dalam wilayah itu kepada Kepolisian Resort Lumajang. "Pelaporan itu dibuktikan dengan melalui surat dengan nonor 02/A/KL/IMMS/XII/2014," ujar Dewi.
ABDUL AZIS| DAVID P|EDWIN FAJERIAL