Romli Minta Seleksi Capim KPK Diulang

Reporter

Editor

Agung Sedayu

Sabtu, 26 September 2015 04:04 WIB

Presiden Joko Widodo bersama sembilan anggota panitia seleksi calon pimpinan KPK memberikan keterangan pers di Istana Negara, Jakarta, 1 September 2015. Presiden Jokowi telah menerima secara resmi delapan nama calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi periode 2015-2019. TEMPO/Aditia Noviansyah

TEMPO.CO , Jakarta:Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjajaran Romli Atmasasmita meminta Presiden Joko Widodo mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang pengulangan seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sekaligus perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK saat ini. Pasalnya, ia menilai 8 Capim KPK yang telah ditetapkan panitia seleksi tak ada yang memenuhi kriteria calon pimpinan komisi antirasuah Itu. Menurut Romli, tak ada satupun Capim yang berlatarbelakang jaksa seperti yang disyaratkan dalam Undang-Undang KPK.

"Dalam jangka waktu sempit, Presiden harus keluarkan Perpu perpanjangan pelaksana tugas sampai nanti ada solusi soal seleksi ulang khusus untuk pimpinan dari jaksa," kata Romli, Jumat, 25 September 2015.

Desakan Romli berdasar pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 bagian keempat soal penuntutan. Pasal 51 ayat 1 menyebutkan bahwa penuntut adalah penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang diangkat dan diberhentikan oleh KPK. Dan pasal 51 ayat 3 yang berbunyi penuntut yang dimaksud pada ayat 1 adalah Jaksa Penuntut Umum. Kemudian pada Pasal 21 ayat 4 disebutkan yang dimaksud pimpinan KPK adalah 5 anggota KPK yang berfungsi sebagai penyidik dan penuntut umum.

"Kalau diparalelkan, berarti pimpinan KPK harus ada jaksanya. Kalau tak ada tentu bertentangan dengan dua pasal itu," kata Romli.

Menurut Romli, lex specialis pimpinan KPK bukan terdapat pada status melainkan pada fungsinya. Dan menurut peradilan umum, kata dia, yang dimaksud penuntut hanya jaksa. "Jadi bukan otomatis setelah jadi pemimpin KPK lalu melekat di dirinya sebagai penyidik dan penuntut," kata Romli, yang turut menyusun UU KPK Itu.

Sebaliknya, Romli menilai penyidik KPK tak harus dari Kepolisian karena tak ada pasal yang mensyaratkan Itu. Penyidik KPK bisa berasal dari PNS dan Kepolisian. Sementara, pimpinan KPK harus memiliki penuntut dari Kejaksaan. "Yang berhak memutuskan perkara adalah pimpinan, bukan Deputi. Kalau tak ada pimpinan dari Jaksa, siapa yang berhak menuntut?" kata saksi ahli dalam praperadilan penetapan tersangka Komjen Budi Gunawan itu.

Romli menyayangkan kealpaan Pansel KPK dalam menetapkan 8 Capim yang telah diserahkan ke Presiden dan DPR. Ia mengaku tak dilibatkan dalam pertimbangan penentuan calon tersebut.

PUTRI ADITYOWATI

Berita terkait

KPK Terima Konfirmasi Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Bakal Hadiri Pemeriksaan Hari Ini

2 jam lalu

KPK Terima Konfirmasi Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Bakal Hadiri Pemeriksaan Hari Ini

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor sudah 2 kali mangkir dalam pemeriksaan KPK sebelumnya dan tengah mengajukan praperadilan.

Baca Selengkapnya

Kasus Suap Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba, KPK Tetapkan 2 Tersangka Baru

6 jam lalu

Kasus Suap Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba, KPK Tetapkan 2 Tersangka Baru

KPK menangkap Abdul Gani Kasuba beserta 17 orang lainnya dalam operasi tangkap tangan atau OTT di Malut dan Jakarta Selatan pada 18 Desember 2023.

Baca Selengkapnya

Babak Baru Konflik KPK

10 jam lalu

Babak Baru Konflik KPK

Dewan Pengawas KPK menduga Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron melanggar etik karena membantu mutasi kerabatnya di Kementerian Pertanian.

Baca Selengkapnya

KPK Panggil Plh Kadishub Asep Koswara sebagai Saksi Kasus Suap Bandung Smart City

11 jam lalu

KPK Panggil Plh Kadishub Asep Koswara sebagai Saksi Kasus Suap Bandung Smart City

KPK telah menetapkan bekas Wali Kota Bandung Yana Mulyana dan bekas Sekda Bandung Ema Sumarna sebagai tersangka kasus suap proyek Bandung Smart City.

Baca Selengkapnya

Mantan Pimpinan KPK Menilai Nurul Ghufron Layak Diberhentikan, Dianggap Insubordinasi Melawan Dewas KPK

11 jam lalu

Mantan Pimpinan KPK Menilai Nurul Ghufron Layak Diberhentikan, Dianggap Insubordinasi Melawan Dewas KPK

Mantan pimpinan KPK Bambang Widjojanto menganggap Nurul Ghufron tak penuhi syarat lagi sebagai pimpinan KPK. Insubordinasi melawan Dewas KPK.

Baca Selengkapnya

Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor di PN Jaksel Ditunda, KPK Tak Hadiri Sidang

13 jam lalu

Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor di PN Jaksel Ditunda, KPK Tak Hadiri Sidang

Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali alias Gus Muhdlor mengajukan praperadilan ke PN Jakarta selatan. Dua kali mangkir dari pemeriksaan KPK.

Baca Selengkapnya

Dua Kali Mangkir dari Pemeriksaan KPK, Gus Muhdlor Jalani Sidang Praperadilan di PN Jaksel Hari Ini

15 jam lalu

Dua Kali Mangkir dari Pemeriksaan KPK, Gus Muhdlor Jalani Sidang Praperadilan di PN Jaksel Hari Ini

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar sidang perdana praperadilan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor, Senin, 6 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Sudah Dua Kali Mangkir, KPK: Penyidik Bisa Menangkap Kapan Saja

20 jam lalu

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Sudah Dua Kali Mangkir, KPK: Penyidik Bisa Menangkap Kapan Saja

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengatakan jemput paksa terhadap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor tak perlu harus menunggu pemanggilan ketiga.

Baca Selengkapnya

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

2 hari lalu

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

Eks penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, menilai Nurul Ghufron seharusnya berani hadir di sidang etik Dewas KPK jika merasa tak bersalah

Baca Selengkapnya

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

2 hari lalu

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengaku tidak mengetahui ihwal penyidik meminta Bea Cukai untuk paparan dugaan ekspor nikel ilegal ke Cina.

Baca Selengkapnya