Bambang Widjojanto memasuki kendaraan untuk menuju Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat usai memenuhi panggilan di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, 18 September 2015. Penyidik Polri akan menyerahkan Bambang dan barang bukti perkaranya ke penuntut Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat untuk dilanjutkan ke persidangan. ANTARA/Muhammad Adimaja
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif, Bambang Widjojanto, semula ”hanya” dijerat dengan Pasal 242 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal ini mengatur tentang sumpah palsu dan keterangan palsu. Belakangan, pasal penjerat untuk Bambang bertambah. Penyidik Badan Reserse Kriminal Polri tidak hanya menambahkan Pasal 56, tapi juga Pasal 266 KUHP.
1. Saat penangkapan seperti tertuang dalam Surat Penangkapan Nomor SP.Kap/07/I/2015/Dit Tipideksus, tertanggal 22 Januari 2015.
Pada pemanggilan kali ini, Bambang dituduh atas dua tindak pidana, yaitu sebagai pelaku tindak pidana pada Pasal 242 ayat (1) dan (2) serta sebagai penganjur tindak pidana pada Pasal 242 ayat (1).
3. Surat Panggilan Nomor S.Pgl/266/II/2015/Dit Tipideksus, tertanggal 18 Februari 2015.
Bambang disangka sebagai pembantu kejahatan tindak pidana dengan memberikan keterangan palsu.
4. Berkas dilimpahkan ke kejaksaan.
Pasal yang dikenakan: tambahan baru, yaitu Pasal 266 KUHP. Dengan pasal tersebut, Bambang disangka menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta autentik. Bila terbukti melanggar Pasal 266, Bambang terancam penjara maksimal 7 tahun.