Ketua umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri, berfoto bersama seusai meresmikan kantor baru DPP PDIP di Jalan Diponegoro No.58, Jakarta, 1 Juni 2015. Kantor baru ini dibangun dengan biaya Rp 42,6 miliar. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Jakarta - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan masih berjuang agar Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bisa direvisi.
Menurut anggota Fraksi PDI Perjuangan, Arif Wibowo, sudah sejak lama partainya mengusulkan revisi UU MD3. "Undang-undang itu dibangun dengan muslihat dan kecurangan," kata Arif yang juga anggota Komisi II DPR saat dihubungi Tempo, Ahad, 6 September 2015.
UU MD3 menuai kontroversi sejak disahkan pada 5 Agustus 2014. Pasalnya, UU MD3 ini disahkan setelah hasil pemilu keluar. "Jadi kan curang, aturan main dibuat setelah permainan selesai," ujar Arif
UU MD3 mengubah komposisi kepemimpinan DPR yang semula berdasar hasil pemilu menjadi berdasarkan paket kegiatan. Arif menambahkan, kalau mau membangun sistem politik yang adil, salah satunya dengan merevisi undang-undangnya. "Sejak awal, UU MD3 ini sudah bermasalah dan harus direvisi."
Sejak UU MD3 disahkan, PDIP memang getol mengusung revisi undang-undang ini. Sebelumnya, PDIP juga pernah mengajukan gugatan UU MD3 ke Mahkamah Konstitusi, tapi ditolak.
Terkait dengan upaya PDIP untuk mengegolkan revisi UU MD3, Arif mengatakan, partai tengah mengkomunikasikannya kembali dengan fraksi lain. "Tentunya ada fraksi yang merasa diuntungkan dan dirugikan. Tapi, masalahnya, fraksi-fraksi ini mau fair atau tidak, mau bersikap proporsional atau tidak."