Rasiyo (kiri) dan Dhimam Abror, pasangan calon penantang inkumben Wali Kota dan Wakil Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharisni-Whisnu Sakti Buana mendaftar di kantor KPU Surabaya, 11 Agustus 2015. TEMPO/Kanza Dora.
TEMPO.CO, Surabaya - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Kota Surabaya menganggap Komisi Pemilihan Umum Surabaya ceroboh dan gegabah dalam mengambil keputusan untuk tidak meloloskan pasangan Rasiyo-Dhimam Abror Djuraid sebagai calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Surabaya. Akibatnya, pasangan Tri Rismaharini-Whisnu Sakti Buana kembali menjadi calon tunggal. "KPU Surabaya telah merusak demokrasi di Surabaya dengan alasan yang dicari-cari," kata Wakil Ketua DPC PDIP Surabaya Didik Prasetiyono kepada Tempo, Ahad, 30 Agustus 2015.
Didik menuding KPU telah melakukan kesalahan dengan menyatakan bahwa surat rekomendasi dari DPP PAN tidak asli, padahal Ketua Umum DPP PAN jelas menyebutkan bahwa surat rekomendasi tersebut asli. Meskipun materai dalam surat rekomendasi versi scan dan versi cetak memiliki nomor seri yang berbeda, selama Ketua Umum dan Sekjen PAN menyatakan surat itu asli, maka semestinya KPU tidak mempermasalahkannya.
Begitu pula tentang Abror yang tidak menyerahkan bukti tidak memiliki tunggakan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Wonocolo. Menurut Didik, mestinya KPU sudah bisa melakukan antisipasi sejak awal, sehingga itu tidak terjadi. "Kalau soal bebas tunggakan pajak Dhimam, KPU Surabaya tidak cermat. Seharusnya sejak jauh hari sudah dikomunikasikan untuk diurus dan itu sangat mudah," kata dia.
Hal yang sama juga dikatakan oleh Sekretaris Badan Pemenangan Pemilu PDI Perjuangan Kota Surabaya Adi Sutarwijoyono. Menurut dia, keputusan KPU yang menyatakan pasangan Rasiyo-Dhimam tidak memenuhi syarat menunjukkan bahwa pilkada Surabaya telah menjadi "permainan" sejumlah pihak yang berharap pilkada ditunda sampai tahun 2017. "Ini jelas ada permainan yang menjegal terpilihnya Risma-Whisnu," kata dia.
KPU dan Panitia Pengawas Pemilu, kata Adi, telah menjalankan keputusan yang mengabaikan dimensi substansi dan lebih fokus pada prosedur administrasi. Hal ini kemudian berdampak langsung pada ancaman penundaan pilkada di Surabaya.
Setelah pasangan Rasiyo-Abror dinyatakan tidak memenuhi syarat, pilkada Surabaya kembali hanya memiliki satu pasangan calon, yaitu pasangan Risma-Whisnu. Sebelumnya, pasangan Dhimam Abror-Haries Purwoko juga gagal menjadi lawan pasangan Risma-Wisnu karena Haries tiba-tiba mundur dengan alasan tidak mendapat restu ibu dan istrinya.
Karena tidak lolosnya pasangan Rasiyo-Abror itu, KPU kini membuka lagi masa pendaftaran calon pesaing pasangan petahana Risma-Whisnu. Sesuai dengan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 12 Tahun 2015 pasal 89 huruf a, pendaftaran kembali dibuka apabila hasil penelitian perbaikan calon dan syarat kurang dari dua pasangan calon. "Sesuai peraturan akan dilakukan penetapan penundaan paling lama tiga hari, yakni pada 31 Agustus hingga 2 September," ujar Robiyan. "Kemudian sosialisasi tiga hari pada 3-5 September dan membuka pendaftaran selama tiga hari pada 6-8 September."