Petani merontokkan padi yang telah dipanen di Cibarusah, Jawa Barat, 28 Juli 2015. Kekeringan menyebabkan petani memanen padi lebih awal. TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Semarang - Kepala Balai Mesin dan Penguji Hasil Pertanian Jawa Tengah Heru Tamtomo mengatakan area persawahan yang mengalami gagal panen akibat kekeringan terus bertambah. Data pemerintah menunjukkan, sejak awal Agustus lalu, luas lahan yang terkena puso bertambah lebih dari dua kali lipat, dari 6.578 hektare menjadi 14.600 hektare. Selain padi, tanaman jagung mengalami puso seluas 211 hektare. “Adapun kacang tanah dan kedelai belum ada yang puso,” ucap Heru kemarin.
Menurut Heru, seharusnya petani bisa mengantisipasi kemungkinan terjadinya puso. Namun sayangnya, petani tetap memilih menggarap sawah, padahal musim kemarau akan berlangsung lebih lama tahun ini. “Banyak petani yang menggantungkan faktor keberuntungan,” ujarnya.
Dinas Pertanian Jawa Tengah sebenarnya sudah memberikan penyuluhan kepada petani untuk menghindari kerugian akibat puso. Melalui surat keputusan kepala daerah, petani diberi tahu tentang sistem pola tanam dan pemilihan komoditas pada musim kering.
Kerugian yang diderita petani akibat puso ini bisa lebih dari Rp 350 miliar. Pada awal bulan, Dinas Pertanian Jawa Tengah menyatakan 1 hektare sawah mampu menghasilkan 5,8 ton gabah. Adapun 1 kilogram gabah kini dihargai Rp 4.600. Dengan luas sawah yang puso mencapai 6.578 hektare, kerugian petani mencapai Rp 175 miliar.
Saat ini lahan tanaman padi di Jawa Tengah tercatat seluas 1,77 juta hektare. Adapun hingga awal Agustus, Badan Ketahanan Pangan Jawa Tengah menyebutkan stok beras di masyarakat masih sebesar 1,9 juta ton. Sedangkan kebutuhan konsumsi beras di Jawa Tengah mencapai 242 ribu ton. Tahun ini, Jawa Tengah diperkirakan masih surplus beras sebanyak 2,8 juta ton.
Pemerintah saat ini tengah mengupayakan agar puso tidak semakin meluas, terutama di lahan-lahan tadah hujan yang mencapai 998 ribu hektare. Sejumlah embung dan sumur lapang akan dibuat di sejumlah daerah yang dinilai rawan kekeringan. Salah satunya di Kabupaten Grobogan, yang dibangun seribu sumur lapang.
“Sumur lapang itu dilengkapi resapan untuk menampung hujan yang bisa digunakan untuk menanam tanaman palawija saat kemarau,” tutur Heru.
Dekan Fakultas Pertanian dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Sony Heru Priyanto mengatakan pemerintah tidak punya sistem yang mampu mengantisipasi kemungkinan terjadinya gagal panen. “Ke depan perlu disusun kebijakan antisipasi kekeringan dan banjir dari hulu,” ucap Sony.
Sony menyarankan upaya mengatasi kekeringan tak hanya dengan membuat sumur resapan, tapi juga dengan taktik penyesuaian penanaman varietas baru padi yang bisa beradaptasi dengan musim kering. “Ada satu varietas padi jenis baru yang ditemukan oleh Universitas Soedirman. Itu bisa digunakan,” ujarnya.