Serapan Anggaran Rendah, Ketua KPK Siap Beri Toleransi  

Reporter

Senin, 24 Agustus 2015 18:41 WIB

Pelaksana Tugas Pimpinan KPK, Taufiequrachman Ruki, saat wawancara di kantor KPK, Jakarta, 11 Maret 2015. TEMPO/Putra Raditia

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Taufiequrachman Ruki mengatakan para pengguna anggaran tak perlu takut salah dalam menggunakan anggaran. Menurut dia, sepanjang mereka melaksanakan fungsi penggunaan anggaran dengan semestinya. "Jangan ada niat macam-macam deh, terutama niat untuk nerima sesuatu ya, pemberian atau janji," kata Ruki di Istana Kepresidenan Bogor, Senin, 24 Agustus 2015.

Pejabat daerah takut membuat terobosan dalam lenggunaan anggaran karena maraknya kasus korupsi yang melibtakan pejabat daerah. Untuk itu, sesuai Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, Presiden Joko Widodo kembali menegaskan bahwa diskresi keuangan pejabat daerah tak bisa dipidana.

Menanggapi hal tersebut, Ruki memastikan aturan itu tak berarti pengendoran pengawasan. "Jadi bukan perbuatan pidananya yang ditoleransi, dalam kebijakan itu kan nggak semuanya harus sesuai dengan garis, ada hal-hal yang perlu ditoleransi," ujar Ruki.

Ia mencontohkan apabila ada bencana, namun kepala daerah tak berani mengeluarkan uang dengan alasan bertentangan dengan aturan, jadi ia tak berani. "Menurut saya ini yang salah, harusnya tak usah takut asal peruntukannya jelas," ujar Ruki.

Hari ini Jokowi bertemu dengan para gubernur, Kepala Keplisian Daerah, Kepala Kejaksaan Tinggi, Kepala Badan Pemeriksa Keuangan Harry Azhar Azis, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Taufiequrachman Ruki, Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti, Jaksa Agung Prasetyo, dan Kepala Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan, Ardan Adhi Perdana.

Jokowi menekankan pentingnya serapan anggaran untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Hingga bulan Agustus, serapan anggaran pemerintah baru 20 persen. Untuk itu, ia memberikan lima poin instruksi sebagai solusi untuk penyerapan anggaran.

Pertama, diskresi keuangan tak bisa dipidanakan. Kedua, tindakan administrasi pemerintahan terbuka juga dilakukan tuntutan secara perdata, tak harus dipidanakan. Ketiga, aparat dalam melihat kerugian negara harus konkret dan benar-benar atas niat untuk mencuri. Keempat, setelah BPK dan BPKP mempublikasikan temuannya, diberikan waktu 60 hari bagi instansi terkait untuk menindaklanjuti temuannya. Kelima, aparat hukum tak boleh lakukan ekspos tersangka sebelum dilakukan penuntutan.

TIKA PRIMANDARI

Berita terkait

Bea Cukai jadi Sorotan, CITA Sarankan Sejumlah Langkah Perbaikan

8 menit lalu

Bea Cukai jadi Sorotan, CITA Sarankan Sejumlah Langkah Perbaikan

Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) menyoroti kritik publik terhadap Ditjen Bea Cukai belakangan ini.

Baca Selengkapnya

Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Setelah 2 Kali Mangkir, Penyidik KPK Sempat Cek ke Rumah Sakit

6 jam lalu

Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Setelah 2 Kali Mangkir, Penyidik KPK Sempat Cek ke Rumah Sakit

KPK akhirnya menahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor setelah dua kali mangkir dari pemeriksaan. Tidak dilakukan jemput paksa.

Baca Selengkapnya

KPK Akui Awal OTT Kasus Korupsi di BPPD Sidoarjo Tak Berjalan Mulus

8 jam lalu

KPK Akui Awal OTT Kasus Korupsi di BPPD Sidoarjo Tak Berjalan Mulus

KPK mengakui OTT kasus pemotongan dan penerimaan uang kepada pegawai negeri Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo, awalnya tak sempurna.

Baca Selengkapnya

Indef Minta Pemerintah Antisipasi Penurunan Konsumsi pada Triwulan II

9 jam lalu

Indef Minta Pemerintah Antisipasi Penurunan Konsumsi pada Triwulan II

Pemerintah diminta untuk mengantisipasi potensi menurunnya kinerja konsumsi rumah tangga terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada triwulan II 2024.

Baca Selengkapnya

Respons KPK soal Ayah Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Disebut Makelar Kasus

11 jam lalu

Respons KPK soal Ayah Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Disebut Makelar Kasus

KPK buka suara soal kabar ayah Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali, Kiai Agoes Ali Masyhuri, sebagai makelar kasus Hakim Agung Gazalba Saleh.

Baca Selengkapnya

KPK Sebut Gus Muhdlor Tarik Dana Insentif Melalui Peraturan Bupati, Total Capai Rp 2,7 Miliar

11 jam lalu

KPK Sebut Gus Muhdlor Tarik Dana Insentif Melalui Peraturan Bupati, Total Capai Rp 2,7 Miliar

Motif korupsi Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor bermula dari adanya aturan yang dibuat sebagai dasar pencairan dana insentif pajak daerah bagi pegawai BPPD.

Baca Selengkapnya

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor sebagai Tersangka Kasus Korupsi BPPD

13 jam lalu

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor sebagai Tersangka Kasus Korupsi BPPD

KPK resmi menahan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali alias Gus Muhdlor sebagai tersangka kasus pemotongan insentif ASN BPPD

Baca Selengkapnya

Korupsi Rumah Dinas DPR RI, KPK Periksa Hiphi Hidupati

14 jam lalu

Korupsi Rumah Dinas DPR RI, KPK Periksa Hiphi Hidupati

KPK memanggil Kepala Bagian Pengelolaan Rumah Jabatan Sekretariat Jenderal DPR RI Hiphi Hidupati dalam dugaan korupsi rumah dinas

Baca Selengkapnya

Dirut PT Taspen Antonius Kosasih Jalani Pemeriksaan di KPK soal Kasus Rasuah Investasi Fiktif

14 jam lalu

Dirut PT Taspen Antonius Kosasih Jalani Pemeriksaan di KPK soal Kasus Rasuah Investasi Fiktif

KPK memeriksa Direktur Utama PT Taspen Antonius N. S. Kosasih dalam kasus dugaan korupsi kegiatan investasi fiktif perusahaan pelat merah itu.

Baca Selengkapnya

Serba-serbi UKT: Landasan Penetapan Besaran UKT di Perguruan Tinggi Negeri

15 jam lalu

Serba-serbi UKT: Landasan Penetapan Besaran UKT di Perguruan Tinggi Negeri

Pembahasan besaran Uang Kuliah Tunggal disingkat UKT kerap menjadi persoalan yang kerap diprotes mahasiswa di Perguruan Tinggi Negeri (PTN).

Baca Selengkapnya