Warga membaca Al Quran saat berziarah ke kerabatnya yang menjadi korban lumpur lapindo di kawasan Lumpur Lapindo di titik 21 Desa Siring, Kec. Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, 16 Juli 2015. TEMPO/Aris Novia Hidayat
TEMPO.CO, Sidoarjo - Juwito, 65 tahun, warga korban Lumpur Lapindo yang selama ini tinggal di atas tanggul di titik 42 berencana pindah. Dia akan meninggalkan barak bekas pekerja tanggul dan angkat kaki dari lokasi yang termasuk wilayah Desa Renokenongo, Porong, itu segera setelah menerima dana talangan dari pemerintah.
"Saya sudah lebih dari dua tahun di tempat ini dan sekarang siap angkat kaki," kata Juwito, kepada Tempo, Minggu, 24 Agustus 2015.
Juwito yakin kepindahannya itu hanya menunggu waktu. Dia mengatakan itu setelah sejumlah warga korban lainnya telah menerima transfer dana ganti rugi yang ditunggu selama sembilan tahun itu. "Tinggal menunggu waktu pencairan saja karena saya sudah melakukan validasi dan tanda tangan berkas nominatif," ujar Juwito.
Pencairan sisa ganti rugi korban lumpur sudah dilakukan secara bertahap sejak 14 Agustus 2015. Sampai saat ini berkas ganti rugi warga yang sudah dibayar sekitar 700-an dari total 3.331 berkas.
Menurut bapak dari tiga anak ini, sebelum pindah, dirinya bersama warga korban lumpur lainnya akan menggelar acara tasyakuran dan perpisahan. "Kami akan undang teman-teman wartawan sebagai bentuk syukur kami," katanya.
Keputusan Juwito tinggal di tanggul kerena kecewa kepada koordinator warga yang tak sepenuhnya berjuang menuntut ganti rugi. Perjuangannya tak hanya sebatas tinggal di tanggul. Dia bersama warga lainnya juga ikut ke Jakarta menuntut pencairan ganti rugi.
Di tanggul titik 42, Juwito tinggal di bekas barak tempat istirahat para pekerja Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS). Selain ia gunakan berteduh dan tidur, tempat itu ia jadikan lokasi berkumpulnya warga korban lumpur.