TEMPO Interaktif, Jakarta:Serikat buruh menolak amandemen Undang-Undang Ketenagakerjaan jika tujuannya untuk mengurangi hak-hak buruh. Amandemen ini seharusnya memberi perlindungan bagi hak-hak buruh. Ketua Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia Dita Indah Sari menyatakan serikat buruh akan menolak jika pasal-pasal yang melindungi hak-hak pekerja akan diamandemen. "Contohnya mengubah uang pesangon,"katanya, Selasa(15/11) di Jakarta.Menurut Dita, alasan amandemen untuk menarik investasi yang diajukan pemerintah juga tidak masuk akal. Dengan alasan itu, buruh dijadikan kambing hitam tidak masuknya investasi ke Indonesia. Padahal, kebijakan ekonomi dari pemerintahlah yang salah sehingga menyebabkan seretnya investasi ke Indonesia. "Karena itu seharusnya pengusaha dan buruh bersatu menuntut pemerintah mengubah kebijakan ekonominya,"ujarnya.Salah satu yang harus dilakukan pemerintah, menurut Dita melindungi pengusaha dalam negeri. Misalnya, dengan mengubah kebijakan pemerintah mengenai bea masuk untuk produk-produk dari Cina.Mengenai produktivitas buruh yang rendah di Indonesia, menurut Dita, bukan menjadi alasan bagi pengusaha untuk mengurangi hak-hak buruh. Produktivitas buruh yang rendah disebabkan fasilitas pendidikan yang disediakan negara tidak memadai. "Rendahnya produktivitas juga diakibatkan mesin-mesin yang sudah tua. Khususnya untuk pabrik gula dan tekstil,"katanya.Berbeda dengan Dita, Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia Harijanto menyatakan amandemen Undang-Undang Ketenagakerjaan sudah merupakan kebutuhan yang mendesak.Bahkan, menurutnya, saat ini sudah dibentuk tim amandemen Undang-Undang ketenagakerjaan. "Targetnya Juni tahun depan sudah selesai,"ujarnya. Pasal-pasal yang harus diamandemen, menurut Harijanto, diantaranya mengenai pembayaran pesangon, outsourching, sub kontrak, dan mengenai cuti-cuti yang tidak perlu."Kami tidak memprotes sistem pengupahan, tapi aturannya,"katanya. Misalnya, uang lembur yang berbeda di setiap jamnya. Padahal, di negara lain tidak dibedakan.Sutarto