Pendaki sedang mencuci piring di pinggir Danau Segara Anak, Gunung Rinjani. Aris Andrianto/Tempo
TEMPO.CO , Mataram: Ketebalan endapan akibat letusan Gunung Samalas di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat mencapai 40 meter. "Semakin dekat pusat letusan, semakin tebal endapannya," kata Heryadi Rachmat, Ketua Tim Geosain Evolusi Gunung Rinjani, Rabu malam, 5 Agustus 2015.
Gunung Samalas meletus pada tahun 1257. Berdasarkan skala Volcano Explositivy Index (VEI), besarnya letusan Samalas 8 kali lebih dahsyat dibanding Gunung Krakatau dan 2 kali lebih besar ketimbang letusan Gunung Tambora.
Material letusan menutupi atmosfer dan diduga sebagai bencana yang menyebabkan kematian warga Eropa. Dugaan tersebut berdasarkan penemuan tulang-belulang di makam massal London, yang oleh para arkeolog diyakini dibuat tepat pada 1258.
Letusan itu menghancurkan tubuh gunung dan menyisakan kaldera, yang lalu membentuk Segara Anakan. Di sekitar lokasi Samalas kemudian muncul gunung baru yang kini dikenal sebagai Gunung Rinjani.
Untuk meneliti lebih jauh letusan itu, Badan Geologi membentuk Tim Geosain Evolusi Gunung Rinjani. Kemarin mereka mengakhiri penelitiannya di Sembalun, Kabupaten Lombok Timur. Tim mendatangi beberapa lokasi yang terdapat timbunan pirosklastik (material letusan) di seluruh wilayah Lombok.
Timbunan pirosklastik atau material hasil letusan Gunung Samalas yang dilemparkan melalui udara, menyebar karena angin dari arat timur ke barat, mencapai setengah dari 5.435 kilometer persegi luas wilayah pulau Lombok.
Sedangkan yang dialirkan melalui sungai, mengarah hingga pantai Luk dan Nipah di Lombok Utara, yang berjarak sekitar 27-41 kilometer atau di Punikan Lombok Barat, dan arah tenggara di Ijobalit Lombok Timur. Endapannya mulai dari 35 meter hingga 40 meter.
Heryadi bersama tim ahli dari Museum Geologi dan Universitas Padjajaran Bandung melakukan penelitian lebih lanjut dari dari aspek petrologi atau studi mengenai batuan dan kondisi pembentukan dan geokimianya. ‘’Ini yang ketiga kalinya,’’ ujar Heryadi Rachmat yang sebelumnya pernah menjabat Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Nusa Tenggara Barat (NTB).
Sebelumnya, mereka meneliti sejarah batuan (petrogenesa) untuk mengetahui evolusi komposisi batuan dari segi minerologi dan geokimia dari aliran lava setelah terbentuknya kaldera Gunung Rinjani. Penelitian kedua, pada lava sebelum letusan kaldera Gunung Rinjani.
Saat ini, melakukan kajian geosain mengenai petrogenesa dan piroklastik yang dihasilkan saat pembentukan kaldera. ‘’Kami dari Museum Geologi ingin mengungkap evolusi letusan pada tahun 1257,’’ katanya.
Ketika bertemu Gubernur NTB Muhammad Zainul Majdi, Tim Peneliti meminta agar kawasan timbunan material Gunung Samalas dilestarikan sebagai kawasan bersejarah. Pemerintah Provinsi NTB menyanggupi dan berniat membeli lokasi yang sebelumnya digali warga. ‘’Lokasi tersebut perlu diselamatkan,’’ katanya.