Habis Operasi, Istri Gubernur Gatot Minta Pindah Sel Tahanan
Editor
Widiarsi Agustina
Jumat, 7 Agustus 2015 16:28 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Evy Susanti, istri muda Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho, mengajukan permohonan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memindahkan penahanan dirinya ke Rumah Tahanan Pondok Bambu. Surat permohonan itu dibawa pengacara Evy, Razman Nasution, ke KPK, Jumat, 7 Agustus 2015.
"Saya datang ke sini dalam rangka menyampaikan surat kepada pimpinan KPK, kiranya dalam hal ini Ibu Evi bisa dipindahkan ke Rutan Pondok Bambu," kata Razman di gedung KPK, Jakarta.
Evy ditahan sejak Senin, 3 Agustus 2015, setelah diperiksa sebagai tersangka selama sepuluh jam lebih. Evy ditahan setelah diperiksa bersama Gatot, dalam kasus penyuapan. Gatot ditahan di Rumah Tahanan Kelas I Cipinang, adapun Evi, ditahan di Rutan Kelas I Jakarta Timur di gedung KPK.
Menurut Razman, Evy menyampaikan sejumlah alasan mengapa ia mengajukan permintaan pemindahan penahanan. Salah satunya, soal kesehatan yaitu Evy, baru saja menjalani operasi di bagian rahim. "Ada operasi di bagian rahim, beliau itu juga punya penyakit asma yang cukup serius, karena itu kita berharap beliau bia dipindahkan supaya bisa bersosialisasi," ungkap Razman.
Sejumlah kendala fasilitas menjadi alasan Evi mengajukan pemindahan penahanan. "Kemudian di situ gak ada ventilasi udara, pengap, jadi kalau pun di situ ada AC, lumayan, tapi beliau karena secara psikologi mungkin berharap maka saya datang menyampaikan surat. Surat itu pun dibuat langsung oleh Evi," kata Razman.
Gatot dan Evi disangkakan Pasal 6 ayat 1 huruf a dan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b dan atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat 1 jo Pasal 55 ayat 1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHPidana.
Pasal tersebut mengatur tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling kecil Rp 150 juta dan paling banyak Rp 750 juta.
Selain Gatot dan Evi, KPK juga sudah menetapkan enam orang tersangka lain yaitu penerima suap terdiri atas Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro (TIP), anggota majelis hakim Amir Fauzi (AF) dan Dermawan Ginting (DG), serta panitera/Sekretaris PTUN Medan Syamsir Yusfan (SY), sedangkan tersangka pemberi suap adalah pengacara senior OC Kaligis dan anak buahnya bernama M. Yagari Bhastara Guntur (MYB) alias Gerry.
Perkara ini dimulai ketika Kepala Biro Keuangan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Ahmad Fuad Lubis dipanggil oleh Kejaksaan Tinggi dan juga Kejaksaan Agung terkait dengan perkara korupsi dana bantuan sosial Provinsi Sumatera Utara tahun 2012-2014.
Atas pemanggilan berdasarkan surat perintah penyelidikan (sprinlidik) yang dikeluarkan oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, Fuad pun menyewa jasa kantor pengacara OC Kaligis untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Medan.
Dalam putusannya pada 7 Juli 2015, majelis hakim yang terdiri dari ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro serta anggota Amir Fauzi dan Dermawan Ginting memutuskan untuk mengabulkan gugatan Fuad.
Namun, pada 9 Juli 2015, KPK melakukan OTT di PTUN Medan terhadap Tripeni dan Gerry sehingga didapatkan uang US$ 5.000 di kantor Tripeni. Belakangan KPK juga menangkap dua hakim anggota bersama panitera/sekretaris PTUN Medan Syamsir Yusfan.
Selanjutnya diketahui juga bahwa uang tersebut bukan pemberian pertama, karena Gerry sudah memberikan uang US$ 10 ribu dan Sin$ 5 ribu.
Uang tersebut menurut pernyataan pengacara yang juga paman Gerry, Haeruddin Massaro, berasal dari Kaligis yang diberikan ke Dermawan Ginting pada 5 Juli 2015.
ANTARA