Kabareskrim Budi Waseso menunjukan narkotika jenis CC4 saat gelar perkara pabrik narkoba di Ruko Taman Palem, Jakarta Barat, 14 April 2015. CC4 atau narkoba jenis baru yang didalangi Freddy Budiman dibentuk seperti perangko agar tak dikenali petugas bandara. TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah aktivis menuntut Presiden Joko Widodo mencopot Komisaris Jenderal Budi Waseso sebagai Kepala Badan Reserse dan Kriminal Markas Besar Kepolisian RI. Sebab, selama kepemimpinan Budi Waseso di Kabareskrim, kriminalisasi dianggap semakin menjadi-jadi.
"Sudah saatnya untuk minta Kabareskrim berhenti. Dia tidak bekerja layaknya Kabareskrim, tapi balas dendam untuk perkoncoan," kata Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar, Rabu, 15 Juli 2015.
Haris menilai Budi Waseso tak menjalankan tugas dengan baik dan tebang pilih dalam menuntaskan kasus. "Kasus perburuhan, kasus Munir, kasus kekerasan pers apa kabar? Tapi kenapa justru kasus yang melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi dan aktivis antikorupsi ditangani dengan cepat?" ujar Haris.
Tindakan terakhir Budi Waseso yang dianggap melenceng adalah menetapkan dua komisioner Komisi Yudisial sebagai tersangka. Suparman Marzuki dan Taufiqurahman Syahuri ditetapkan tersangka atas laporan hakim Sarpin Rizaldi soal pencemaran nama baik. (Baca: Budi Waseso: Salah Saya Apa? Apakah Melakukan Kriminalisasi? )
Haris juga menuturkan PP Muhammadiyah sudah mulai marah dengan institusi polri. "Satu nama yang bikin marah yaitu Budi Waseso," tuturnya. Akibatnya, kata dia, institusi Polri berubah menjadi musuh bersama.
Senada dengan Haris, aktivis buruh dari SBSI, Muchtar Pakpahan, mengatakan sangat kecewa terhadap kinerja Bareskrim Polri yang dianggap mencederai reformasi. Ia menceritakan bahwa dirinya ikut berjuang mewujudkan reformasi hingga dipenjara, salah satunya untuk mewujudkan pemisahan antara Polri dan TNI. "Tingkah laku Bareskrim semena-mena, hukum jadi kacau," ucapnya. (Baca: Banyak yang Minta Budi Waseso Dicopot, Kapolri: Kami Bukan LSM)
Adapun Arif Susanto dari Indonesian Institute for Development and Democracy mengatakan ada lima indikator Budi Waseso harus segera dicopot. Salah satunya adalah menghalalkan darah pengkhianat. "Saya heran, penegak hukum mengatakan darah halal dan harus dibinasakan," katanya.
Sebelumnya, Budi Waseso mengaku tak mempermasalahkan adanya tuntutan mundur dari berbagai pihak. Dia mengklaim sudah bekerja secara terbuka. Budi Waseso mengatakan pengawasan terhadap dirinya sudah dilakukan, baik oleh publik maupun internal kepolisian.