Presiden Joko Widodo (tengah) bersama Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko (kiri) serta KASAD Letjen TNI Gatot Nurmantyo (kanan) berjalan bersama usai meresmikan pembangunan Rumah Sakit Ridwan Meuraksa Kodam Jaya, Jakarta, 13 Mei 2015. ANTARA/Roni
TEMPO.CO,Bogor - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno mengatakan pemilihan Panglima Tentara Nasional Indonesia tak perlu melibatkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) serta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Menurut dia, calon Panglima TNI akan "diperiksa" oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
"Setelah jadi kepala staf, kan, mereka sudah menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke Komisi Pemberantas Korupsi juga," ujar Tedjo di Istana Bogor, Jumat, 5 Juni 2015.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengamini pernyataan Tedjo. Menurut dia, rekam jejak calon Panglima TNI tak perlu ditelusuri oleh lembaga mana pun. Ia yakin pilihan Presiden Joko Widodo adalah yang terbaik. "Kan, Presiden yang pakai. Kalau ada apa-apa, Presiden yang tanggung jawab," ucap Ryamizard.
Sebelumnya, Imparsial mengusulkan Jokowi melibatkan Komnas HAM, PPATK, dan KPK untuk menelusuri rekam jejak calon Panglima TNI. Hal ini dilakukan untuk menghindari kasus Budi Gunawan terulang.
Panglima TNI Jenderal Moeldoko akan pensiun pada 1 Agustus 2015. Moeldoko mulai menjabat Panglima TNI pada 30 Agustus 2013, menggantikan Laksamana Agus Suhartono. Sebelumnya, alumnus terbaik Akademi Militer tahun 1981 itu menjabat Kepala Staf TNI Angkatan Darat sepanjang 20 Mei-30 Agustus 2013.
Sesuai dengan aturan, tiga kepala staf angkatan TNI berhak ditunjuk sebagai panglima militer yang baru. Mereka yakni Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Gatot Nurmantyo, Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Ade Supandi, dan Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Agus Supriatna.