TEMPO.CO, Jakarta - Pidato pertama Presiden Joko Widodo di gedung MPR/DPR menekankan pentingnya visi maritim. Menurut Jokowi, "kita sudah terlalu lama memunggungi laut."
Ketika visi maritim itu digaungkan kembali, kondisi yang ada di lapangan, berkata lain. Lektor Kepala Bidang Oseanografi Institut Pertanian Bogor, Alan Koropitan menilai Indonesia sudah terlambat 30 tahun untuk menjadi kiblat poros maritim.
Namun, menurut Alan, masih ada yang bisa dilakukan untuk mengejar ketertinggalan itu. “Pemerintah perlu memperbaiki tata kelola lembaga, investasi dalam hal laboratorium, dan meningkatkan dana riset,” katanya saat dihubungi Senin, 1 Juni 2015.
Langkah pertama, memperbaiki tata kelola kelembagaan kemaritiman. Menurut Alan, selama ini koordinasi antar lembaga dalam mengatur tata kelolanya tidak terlalu baik. “Banyak yang tumpang tindih tugas dan pokoknya,” katanya.
Ia mengatakan ada tujuh kementerian lembaga yang mengurus tentang kemaritiman. Mereka memiliki program kerja masing masing yang tidak saling berkesinambungan. Ia menyarankan, Kementerian Kemaritiman bisa mengkoordinasikan semua lembaga. Sehingga 11 kapal riset Indonesia, bisa lebih baik berkoordinasi dan saling mengembangkan penelitian satu sama lain.
Dengan koordinasi itu, akan terpantau juga daerah mana yang sudah diamankan dan terpantau, dan daerah mana yang belum. “Seharusnya, setiap lembaga bisa mengatur lebih baik daerah mana yang ditangani lembaga mana, agar lebih jelas kerja samanya,” katanya.
Langkah kedua, dalam hal investasi laboratorium. Ia mengatakan laboratorium kelautan sangat diperlukan untuk mempelajari praktik dari teori yang sebelumnya sudah diajarkan dalam kelas. Menurutnya laboratorium itu pun bisa dibagi ke beberapa wilayah perairan. Dengan adanya laboratorium itu, riset bisa dilakukan oleh para mahasiswa dan peneliti.
Investasi membangun kampus khusus Ilmu dan Teknologi Kelautan seperti yang sudah dilakukan negara sahabat seperti Jepang, Tiongkok, dan Taiwan pun bisa menjadi saran lain. Di universitas itu, kegiatan riset pun bisa dilakukan. “Jadi nanti, bila tidak ada peneliti, para mahasiswa kan juga bisa menjadi peneliti,” kata Alan. Ia meyakini riset untuk mendapatkan ilmu yang baik perlu dilakukan. Dengan riset yang baik itu, menurutnya, Indonesia bisa menjadi negara dengan industri kelautan yang maju.
Langkah ketiga, meningkatkan dana riset. Menurut Alan, dalam hal riset dan pendataan Indonesia sangat kalah dibanding negara tetangga. Alan membandingkan jumlah kapal riset Indonesia yang jumlahnya hanya sebelas buah dari semua kementerian untuk menaungi seluruh luas laut Indonesia. Di Eropa yang luas lautnya tidak terlalu besar, ada sebanyak 250 kapal riset.
Dalam hal data hasil riset pun prestasi Indonesia tidak terlalu bagus. Indonesia bahkan sampai saat ini tidak memiliki data kelautan tentang laut Indonesia sendiri. Data kelautan memberikan informasi tentang suhu laut, kedalaman, arus, dan berbagai indicator kelautan lain.
Data yang dimiliki selama ini masih sangat sporadis dan dikerjakan oleh kelompok tertentu dan hanya beberapa bagian tertentu saja, informasinya tidak mencakup seluruh perairan Indonesia. Ketika ada kapal asing yang ingin melintas dan memerlukan data itu, kata Alan, mereka membeli data itu dari Singapura.
Alan yakin, dengan lebih fokus dalam hal pendidikan dan keilmuan di bidang maritim, faktor industri dalam hal kelautan pun akan ikut berkembang di Indonesia. “Masih banyak titik di laut Indonesia yang belum diketahui potensinya,” katanya. Ia yakin, ada banyak sumber daya alam yang bisa dan perlu diolah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
MITRA TARIGAN
Berita terkait
KKP Klaim Penerapan Sanksi Administratif Tingkatkan Efek Jera
25 Februari 2024
Sejak penerapan sanksi administratif di sektor kelautan dan perikanan, KKP menyebut kebijakan tersebut mampu meningkatkan efek jera.
Baca SelengkapnyaPengukuhan Yonvitner Jadi Guru Besar IPB, Paparkan Potensi Kerugian Sumber Daya Pesisir akibat Perubahan Iklim
27 Januari 2024
Pakar ilmu pengelolaan sumber daya pesisir dan lautan, Yonvitner dikukuhkan menjadi Guru Besar Tetap Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB.
Baca SelengkapnyaMenteri Trenggono Ungkap Fokus KKP di 2024: Masih Program Ekonomi Biru
11 Januari 2024
Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono menyebutkan prioritas KKP tahun ini masih fokus pada pelaksanaan program-program berbasis ekonomi biru.
Baca SelengkapnyaPencapaian Konas Pesisir XI jadi Masukan Perubahan UU Kelautan
28 November 2023
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono membuka Konferensi Nasional XI Pengelolaan Sumber Daya Laut
Baca SelengkapnyaDisentil Ganjar, Apa Kabar Janji Tol Laut Jokowi?
10 November 2023
Bakal calon presiden Ganjar Pranowo mengkritik sektor maritim tanah air.
Baca SelengkapnyaBMKG Ajak Kolaborasi Data Kelautan Dunia untuk Mitigasi Perubahan Iklim
30 Oktober 2023
Ketersediaan data dan informasi yang akurat mengenai laut menjadi salah satu bentuk mitigasi dampak perubahan iklim.
Baca SelengkapnyaJokowi Mau Lanjutkan Hilirisasi ke Sektor Perkebunan hingga Kelautan
24 Oktober 2023
Presiden Joko Widodo alias Jokowi mengatakan progran hilirisasi bakal berlanjut.
Baca SelengkapnyaMengenal Ocean Young Guards, Komunitas Mahasiswa Unpad Penjaga Ekosistem Laut
22 Oktober 2023
Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran atau Unpad mendirikan komunitas Ocean Young Guards.
Baca SelengkapnyaRI Bakal Gelar Forum Negara Pulau dan Kepulauan, Bahas Isu Iklim hingga Pencemaran
20 Juli 2023
Pemerintah akan menggelar Forum Negara Pulau dan Kepulauan (Archipelagic and Island States/Ais Forum) pada 10-11 Oktober 2023 di Bali. Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi atau Kemenko Marves menyebut, forum tersebut akan menghadirkan delegasi dari 51 negara anggota Ais Forum.
Baca SelengkapnyaSiapa Pasang Pagar di Laut Tangerang? Dinas Perikanan, Kelautan dan Polairud Banten Tak Ada yang Tahu
23 Juni 2023
Pagar bambu memagari wilayah laut di peraiaran Kabupaten Tangerang. Memanjang hingga berkilo-kilometer. Tidak ada yang tahu siapa yang pasang.
Baca Selengkapnya