Cabe kiring yang milik pengungsi etnis Rohingya ditinggalkan di kapal setelah mereka ditolong nelayan dilepas pantai Kuta Binje, Aceh, 20 Mei 2015. Sebanyak 400 lebih pengungsi telah ditampung di Aceh. Ulet Ifansasti/Getty Images
TEMPO.CO, Lhokseumawe - Sebagian anak dan wanita imigran Rohingya dan Bangladesh yang diselamatkan nelayan Julok Aceh Timur, Rabu lalu, menderita gizi buruk, penyakit lambung, diare, dan gatal-gatal, Jumat, 22 Mei 2015. Mereka kini menempati tempat penampungan sementara di bekas kantor PT Kertas Desa Bayeun, Kecamatan Birem Bayeun, Kabupaten Aceh Timur.
“Ya dari yang kita temukan penyakit yang derita pengungsi gizi buruk, dehidrasi ringan dan berat, dan gatal-gatal,” kata dokter Yasa Septiara, petugas medis di penampungan pengungsi Rohingya.
Kondisi itu diperkirakan akibat para pengungsi kurang makan dan minum selama terapung di lautan sebelum akhirnya diselamatkan nelayan Julok Kabupaten Aceh Timur. Dari 433 pengungsi yang diselamatkan, 30 di antaranya dalam kondisi kritis dan langsung dilarikan ke Puskesmas Nurussalam Julok. Satu di antaranya ibu hamil yang mengalami pendarahan.
Yasa menambahkan, perawatan di penampungan hanya untuk kondisi pengungsi yang sakitnya tergolong ringan. Namun bila ditemukan kondisi para pengungsi yang tidak cocok lagi dirawat ditenda medis tempat penampungan, maka akan dirujuk ke puskesmas atau rumah sakit daerah.
“Sekarang ada 7 orang pengungsi yang masih dirawat di rumah sakit. Itu sejak saat pertama datang,” kata Yasa.
Sebanyak 433 pengungsi Rohingya ini merupakan gelombang ketiga yang diselamatkan di Aceh. Dari jumlah tersebut sebanyak 293 lelaki, 68 [erempuan, dan 72 anak-anak.
Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi telah bertemu Menteri Luar Negeri Myanmar, U Wunna Maung Lwin di Naypyidaw Kamis, 21 Mei 2015. Pertemuan itu untuk membahas masalah imigran Rohingya.