TEMPO Interaktif, Kuta:Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan menegaskan, menjadi kewajiban hakim untuk turut menjamin dan melindungi kebebasan pers. "Hakim sebagai salah-satu garda depan yang menjamin tegaknya negara berdasarkan hukum tidak mungkin berlepas tangan dalam membangun pers yang bebas,"katanya saat membuka Rakernas MA, Senin (19/9) di Kuta, Bali. Karena itu, meskipun memandang delik pers masih diperlukan, menurut Bagir, penerapannya harus dilakukan dengan hati-hati. Yakni, dalam rangka pendidikan bagi pers, bukan untuk menghukum pers apalagi mematikannya. Dia memberikan contoh kongkrit, dalam menjatuhkan hukuman pidana pada pers , dirinya memberi petunjuk agar para hakim agar menerpakan denda sebagai ganti rugi dan bukannya hukuman badan apalagi penutupan perusahaan pers.Kepada kalangan pers, Bagir mengingatkan, kalangan hakim menemui kesulitan bila harus berhadapan dengan perkara pers yang dituntut untuk menjadi lex specialis. Sebab, dalam proses perkara seringkali dilupakan bahwa yang membawa perkara sebagai delik pers adalah polisi sebagai penyidik dan jaksa sebagai penuntut umum. Majelis Hakim hanya akan mengadili perkara pers sesuai dakwaan dan tuntutan jaksa. "Sangat ganjil kalau berbagai kalangan menuntut pengadilan dan hakim untuk menerapkan UU Pers yang seharusnya dituntutkan kepada polisi dan jaksa,"ujarnya .Selain itu, bila sumber perselisihan mengenai kebebasan pers itu adalah UU maka yang harus diperjuangkan adalah perubahan UU-nya bukan dengan menekan hakim dan pengadilan untuk menerapkan UU Pokok Pers. "Sayangnya, selama ini yang mendapat cemooh dan caci maki adalah hakim dan pengadilan,"kata Bagir Manan.Di pihak lain, Bagir menilai, dengan berlindung pada kebebasan pers dan hak untuk memperoleh informasi , sejumlah pers bertingkah laku melebihi takaran kebebasan yang wajib dijamin dan dilindungi. Dia mencontohkan sebutan katebeletje untuk surat resmi Ketua Mahkamah Agung atau berita Ketua Mahkamah Agung bisa mengubah keputusan hakim. Berbagai berita yang menyudutkan hakim dan lembaga peradilan dimuat tanpa konfirmasi. "Kadang hal yang sangat menyakitkan seperti berita hakim menerima suap. Semua menimbulkan perasaan telah terjadi penyalahgunaan kekuasaan,"ujarnya.Rofiqi Hasan