Puluhan pendukung Djan Faridz, ketua umum PPP versi munas Jakarta, berunjukrasa menuntut pengesahan kepengurusan PPP oleh Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly di Jakarta, 16 Maret 2015. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Jakarta - Kepengurusan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) versi Muktamar Jakarta bersiap mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung untuk memperoleh pengesahan. Hal ini dilakukan setelah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak pengesahan kepengurusan yang dipimpin Djan Faridz tersebut.
"Kita tentu ajukan kasasi. Karena seharusnya di putusan ini hakim sudah mengesahkan Muktamar Jakarta," kata kuasa hukum kubu Djan Faridz, Humfrey Jemat, Selasa, 19 Mei 2015.
Menurut dia, majelis hakim PN Jakpus seharusnya menyatakan kepengurusan versi Muktamar Jakarta sah karena sesuai dengan Anggaran Dasar PPP dan Undang-Undang Partai Politik. Sesuai Pasal 51 ayat 1 AD/RT PPP, Muktamar digelar maksimal 1 tahun setelah terbentuknya pemerintahan baru.
Muktamar Jakarta diklaim sesuai karena dilaksanakan setelah pelantikan Presiden Joko Widodo pada 20 Oktober 2014 yaitu 30 Oktober-2 November 2014. Sedangkan Muktamar Surabaya dinilai bertentangan karena sudah digelar pada 15-18 Oktober 2014.
"Jadi hakim tak mau langsung berkesimpulan kalau Jakarta yang sah," kata Humfrey.
Selain itu, kubu Djan sangat yakin soal klaim sah dengan mendasarkan pada putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang membatalkan surat keputusan pengesahan kepengurusan PPP kubu Romi. Putusan tersebut diklaim turut membatalkan hasil Muktamar Surabaya.
Soal putusan PN Jakpus, Humfrey menyatakan kecewa karena hakim seolah melempar bola ke Mahkamah Agung. Meski demikian, kubu Djan merasa senang karena hakim menolak seluruh gugatan Wakil Kamal yang ingin menggelar muktamar luar biasa dengan membatalkan Muktamar Surabaya dan Jakarta.
"Untuk putusan, kita senang tak jadi munas luar biasa. Jadi, Muktamar Jakarta masih diakui walau belum sah," katanya.