TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat kebudayaan Universitas Indonesia, Karsono Kardjo Saputra, menyatakan ada banyak tahapan yang harus dilewati Gusti Kanjeng Ratu Pembayun untuk bisa menjadi putri mahkota. Bahkan putri pertama Sri Sultan Hamengku Bawono X tersebut belum pasti memperoleh takhta meski sudah berstatus putri mahkota.
"Yang menentukan penerus takhta itu wahyu, bukan keturunan atau darah biru," kata Karsono, Rabu, 13 Mei 2015.
Ia mengatakan keputusan Sultan mengubah nama Pembayun menjadi Gusti Kanjeng Ratu Mangkubumi Hamemayu Hayuning Bawono Langgeng Ing Mataram tak berarti suksesi pemimpin Keraton Yogyakarta sedang disiapkan. Menurut dia, tak ada undang-undang tertulis yang secara gamblang menentukan penerus takhta Raja Yogyakarta.
Di masyarakat tradisional, pemilihan raja atau sultan selanjutnya didasari wahyu atau legitimasi supranatural. Tapi, pada di masa sekarang, legitimasi melalui wahyu sangat sulit diterima. Pembayun harus memiliki kekuatan di lingkup internal Keraton Yogyakarta untuk memimpin kerajaan tersebut.
Langkah Pembayun tentu akan sulit karena pengubahan namanya dalam sabda raja kedua saja memicu kontra dari anggota keluarga Sultan yang lain, terutama calon-calon raja potensial. Hal ini terjadi meski sabda raja sendiri seharusnya bersifat perintah, yang harus dipatuhi seluruh anggota Kesultanan Yogyakarta.
Karsono menilai masyarakat Yogyakarta tak asing dengan sosok pemimpin wanita. Sejarah dan kebijakan lokal masyarakat Mataram mencatat sejumlah pemimpin wanita yang berpengaruh dalam perkembangan Kerajaan Yogyakarta.
"Tradisi secara tak tersurat mencatat tak ada masalah dengan pemimpin perempuan," katanya.
FRANSISCO ROSARIANS
Berita terkait
Tradisi Grebeg Syawal Keraton Yogyakarta, Tahun Ini Tak Ada Rebutan Gunungan, Abdi Dalem Membagikan
13 hari lalu
Tahun ini, tradisi Grebeg Syawal tidak lagi diperebutkan tapi dibagikan oleh pihak Keraton Yogyakarta. Bagaimana sejarah Grebeg Syawal?
Baca SelengkapnyaTradisi Grebeg Syawal Yogya, Ini Alasan Gunungan Tak Lagi Diperebutkan Tapi Dibagikan
14 hari lalu
Keraton Yogyakarta kembali menggelar tradisi Grebeg Syawal dalam memperingati Idul Fitri 2024 ini, Kamis 11 April 2024.
Baca Selengkapnya78 Tahun Sultan Hamengkubuwono X, Salah Seorang Tokoh Deklarasi Ciganjur 1998
24 hari lalu
Hari ini kelahirannya, Sri Sultan Hamengkubuwono X tidak hanya sebagai figur penting dalam sejarah Yogyakarta, tetapi juga sebagai tokoh nasional yang dihormati.
Baca Selengkapnya269 Tahun Yogyakarta Hadiningrat, Apa Isi Perjanjian Giyanti?
44 hari lalu
Perjanjian Giyanti berkaitan dengan hari jadi Yogyakarta pada 13 Maret, tahun ini ke-269.
Baca SelengkapnyaMenengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta
45 hari lalu
Penetapan 13 Maret sebagai hari jadi Yogyakarta tersebut awal mulanya dikaitkan dengan Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755
Baca SelengkapnyaKeraton Yogyakarta Gelar Pameran Abhimantrana, Ungkap Makna di Balik Upacara Adat
45 hari lalu
Keraton Yogyakarta selama ini masih intens menggelar upacara adat untuk mempertahankan tradisi kebudayaan Jawa.
Baca SelengkapnyaMengenal Tradisi Ngapem Ruwahan di Yogyakarta untuk Sambut Ramadan
27 Februari 2024
Tradisi Ngapem Ruwahan di Yogyakarta mengajak saling memaafkan dan persiapan mental sebelum ibadah puasa Ramadan.
Baca SelengkapnyaYogyakarta Gelar Tradisi Labuhan Gunung Merapi dan Pantai Parangkusumo
12 Februari 2024
Upacara adat yang digelar Keraton Yogyakarta ini merupakan tradisi ungkapan rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan alam
Baca SelengkapnyaMenelusuri Lokasi Serbuan Tentara Inggris ke Keraton Yogyakarta, Ini Jadwal dan Tiketnya
11 Februari 2024
Dua abad lalu, Keraton Yogyakarta pernah dijarah tentara Inggris, tapi keraton tidak hancur dan mash bertahan sampai saat ini.
Baca SelengkapnyaMomen Alam Ganjar Bareng Cucu Sultan HB X Berwisata Keliling Keraton Yogyakarta
7 Februari 2024
Alam Ganjar menuturkan lawatan ke Keraton Yogyakarta ini menjadi kunjungannya kembali setelah sekian lama tak menyambanginya.
Baca Selengkapnya