TEMPO.CO, Sampang - Komisi Nasional untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) prihatin dengan adanya pembaiatan terhadap pengikut ajaran Syiah untuk kembali ke ajaran Sunni di Kabupaten Sampang, Madura. Koordinator Kontras Surabaya Andi Irfan mengatakan yang lebih ironis lagi, Pemerintah Kabupaten Sampang memiliki andil sehingga acara pembaiatan tersebut terlaksana.
Menurut Andi, sikap Pemkab Sampang tersebut adalah bukti bahwa negara ikut memusuhi kaum minoritas. "Dalam undang-undang sudah jelas bahwa negara wajib menjamin kebebasan beragama setiap warganya," katanya kepada Tempo, Rabu, 13 Mei 2015.
Padahal, ujar Andi, dalam kasus Syiah dan Sunni di Sampang, pemerintah daerah setempat mestinya bersikap netral dan tidak memihak kubu mana pun. Sikap netral itu dibutuhkan agar pemerintah bisa menjadi fasilitator bagi terciptanya perdamaian antara kubu yang berseteru. "Pembaiatan bukan solusi. Negara tidak bisa memaksa warganya pindah keyakinan," ujar dia.
Andi juga mempertanyakan motif acara pembaiatan tersebut diekspose ke media. Yang pasti, kata dia, pembaiatan tersebut makin memperkuat citra kepada masyarakat Sampang bahwa Syiah benar-benar sesat. "Padahal, Syiah bukan aliran sesat," tegas dia.
Pemimpin Syiah Sampang di Rusunawa Puspa Agro, Sidoarjo, Iklil Almilal, kata Andi, sudah tahu soal pembaiatan tersebut. Iklil tidak heran karena bukan kali pertama terjadi. "Ustad Iklil tidak kaget karena prinsipnya tidak ada paksaan dalam beragama," kata dia lagi.
Wakil Bupati Sampang Fadilah Budiono menegaskan pembaiatan tersebut dinilai merupakan satu-satunya solusi agar para pengikut Syiah bisa kembali pulang ke kampung halamannya dan diterima masyarakat. "Silakan tanya sendiri. Baiat itu syarat dari masyarakat kalau pengikut Tajul Muluk ingin pulang ke Sampang," katanya.
Pada Jumat pekan lalu Hanafi bin Dulhalik, pengikut Syiah asal Desa Gadding Laok, Desa Bulu'uran, Kecamatan Karang Penang, dibaiat untuk kembali ke ajaran ahlus sunnah wal jamaah. Acara pembaiatan dilakukan di Pondok Pesantren Darul Ulum Desa Gersempat, Kecamatan Omben. Baiat tersebut diklaim atas kehendak Hanafi yang baru pulang dari Malaysia.
MUSTHOFA BISRI
Berita terkait
Pentingnya Ratifikasi Konvensi Anti-Penghilangan Paksa
10 April 2019
Rencana ratifikasi Konvensi Anti-Penghilangan Paksa sudah kerap didengungkan oleh pemerintah.
Baca Selengkapnya212 Pengungsi Syiah di Sidoarjo Jadi Pemilih Pilkada Sampang
20 Februari 2018
Pilkada Sampang diikuti tiga pasangan calon.
Baca SelengkapnyaKontras: Aparat Keamanan Dominasi Pelanggaran HAM di Sumut
9 Desember 2017
Kontras mengungkapkan aparat keamanan diduga menjadi aktor dominan kasus pelanggaran HAM di Sumatera Utara. Kontras menyoroti praktek tidak manusiawi.
Baca SelengkapnyaKasus La Gode, KontraS: Panglima TNI Baru Harus Tegas
7 Desember 2017
KontraS menyebutkan kasus La Gode merupakan teguran yang tepat begi profesionalisme TNI
Baca SelengkapnyaKontraS Desak Dua Institusi Ini Tuntaskan Kasus La Gode
7 Desember 2017
Kasus La Gode menjadi perhatian KontraS.
Baca SelengkapnyaKontras: Dalam Pelarian, La Gode Curhat Soal Kekerasan
6 Desember 2017
Kontras menemukan bukti bahwa La Gode sempat menemui istrinya pada masa pelariannya. La Gode menceritakan kekerasan yang dialaminya.
Baca SelengkapnyaKontras Minta TNI Usut Kasus La Gode dengan Transparan
1 Desember 2017
Kontras berharap penyelidikan kasus kematian La Gode berjalan transparan, obyektif dan akuntabel.
Baca SelengkapnyaYusman Telaumbanua, Kisah Kejanggalan Vonis Hukuman Mati
29 Oktober 2017
Kontras meluncurkan film dokumenter tentang Yusman Telaumbanua, pemuda Nias yang divonis hukuman mati oleh pengadilan.
Baca SelengkapnyaKontras Usulkan Komisi Kepresidenan untuk Tuntaskan Kasus HAM
24 Oktober 2017
Komisi Kepresidenan dinilai akan memudahkan Presiden Jokowi dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat.
Baca SelengkapnyaTolak Lupa, Kontras Ajak Warga Piknik ke Lokasi Tragedi Semanggi
18 September 2017
Kegiatan ini mengajak masyarakat dan anak muda agar selalu mengingat kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) sekaligus membangun kesadaran pada kasus HAM.
Baca Selengkapnya