Sejumlah Pegawai KPU menunjukan saat undangan pemilihan saat mengikuti simulasi pemungutan dan penghitungan suara TPS dalam pemilihan kepada daerah (Pilkada) serentak, di Gedung Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, 7 April 2015. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menolak usulan DPR untuk merevisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah. Tjahjo justru mengusulkan Komisi Pemilihan Umum merevisi peraturan KPU.
"Menurut saya, KPU cukup berkonsultasi ke MA untuk memastikan batas akhir putusan," ujar Tjahjo melalui pesan singkatnya, Ahad, 10 Mei 2015.
Apabila putusan finalnya melebihi tenggat akhir pendaftaran, tutur Tjahjo, KPU cukup merevisi tahapan dengan memundurkan pencalonan dan memangkas jadwal kampanye dari tiga bulan menjadi dua bulan. "Efisien, efektif, tak menimbulkan problem hukum dan konflik horizontal," ucapnya.
Sebelumnya, DPR memutuskan bakal merevisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Keputusan ini diambil untuk mengakomodasi Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Golongan Karya agar bisa menjadi peserta pilkada tahun ini.
KPU menolak rekomendasi Komisi Pemerintahan DPR tentang peraturan KPU soal pencalonan dan mensyaratkan peserta pilkada harus melampirkan SK Kementerian Hukum dan HAM, apabila ada sengketa, harus menggunakan putusan berkekuatan hukum tetap atau pihak yang berkonflik islah.
Tjahjo memastikan PKPU dibuat berdasarkan undang-undang dan sikap yang diambil KPU adalah cermin pemerintah tak mau mengintervensi konflik internal partai politik. "Penyusunan PKPU oleh KPU harus dilindungi kemandiriannya," ujar Tjahjo.
Mantan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan ini mengingatkan, saat revisi pertama beleid ini, pemerintah dan DPR sepakat merevisi beberapa pasal, salah satunya penguatan pada Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu.