TEMPO.CO, Jakarta - Raja Keraton Yogyakarta Hadiningrat Sri Sultan Hamengku Buwono X mengeluarkan lima poin Sabda Raja. Sabda itu menimbulkan kontroversi karena salah satu isinya mengubah nama dan mengangkat Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Pembayun menjadi GKR Mangkubumi.
Seperti diketahui, pemilik gelar Mangkubumi akan menjadi pewaris takhta kerajaan. Terkait dengan hal itu, Kementerian Dalam Negeri mengatakan perubahan itu dapat berefek pada Undang-Undang Keistimewaan Yogyakarta.
"Jika sabda tersebut sudah melembaga dan bisa dilaksanakan, pasti akan menyentuh pengaturan itu," kata Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Doddy Riatmaji kepada Tempo, Jumat, 8 Mei 2015. Sebab, sabda tersebut memunculkan perubahan dari tradisi yang selama ini ada.
Sejak masa Sri Sultan Hamengku Buwono I, kata Doddy, tidak pernah ada raja perempuan yang memimpin keraton. "Ini akan menjadi kali pertama. Dan kalau terjadi, pasti mengubah UU," ujarnya. Ada kemungkinan UU disempurnakan.
Hal-hal mengenai Keraton Yogyakarta diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2012 tentang keistimewaan Yogyakarta. Dalam UU itu disebutkan bahwa raja harus berjenis kelamin laki-laki. Namun, menurut Doddy, Sri Sultan tak dapat dikatakan melanggar UU. "Karena salah satu tugasnya adalah menyempurnakan UU," tuturnya. Apalagi bahwa perubahan di keraton adalah persoalan internal keraton sendiri.
Kementerian masih akan menunggu surat dari pihak keraton yang menurut informasi akan dikirim ke Jakarta. "Kami akan cek surat itu," ucap Doddy.
Sabda raja yang menimbulkan kontroversi itu bukan hanya terkait dengan putri mahkota. Ada pula soal perubahan penulisan gelar nama Sri Sultan Hamengku Buwono X yang menjadi Bawono. “Kaping sedoso” diganti “kaping sepuluh”. Sultan juga menghapus kata “khalifatullah”. Poin lainnya adalah mengubah perjanjian antara pendiri Mataram, Ki Ageng Giring dan Ki Ageng Pemanahan, dan terakhir menyempurnakan keris Kanjeng Kiai Ageng Kopek dengan Kanjeng Kiai Ageng Joko Piturun.
NINIS CHAIRUNNISA
Berita terkait
Aeropolis Dekat Bandara YIA, Sultan Hamengku Buwono X Minta agar Tak Ada Kawasan Kumuh
5 hari lalu
Sultan Hamengku Buwono X meminta agar Kulon Progo memilah investor agar tidak menimbulkan masalah baru seperti kawasan kumuh.
Baca SelengkapnyaSultan Hamengku Buwono X Gelar Open House setelah Absen 4 Kali Lebaran, Ada Jamuan Tradisional
13 hari lalu
Sultan Hamengku Buwono X dan Paku Alam X absen gelar open house selama empat tahun karena pandemi Covid-19.
Baca SelengkapnyaTradisi Grebeg Syawal Keraton Yogyakarta, Tahun Ini Tak Ada Rebutan Gunungan, Abdi Dalem Membagikan
14 hari lalu
Tahun ini, tradisi Grebeg Syawal tidak lagi diperebutkan tapi dibagikan oleh pihak Keraton Yogyakarta. Bagaimana sejarah Grebeg Syawal?
Baca SelengkapnyaTradisi Grebeg Syawal Yogya, Ini Alasan Gunungan Tak Lagi Diperebutkan Tapi Dibagikan
16 hari lalu
Keraton Yogyakarta kembali menggelar tradisi Grebeg Syawal dalam memperingati Idul Fitri 2024 ini, Kamis 11 April 2024.
Baca Selengkapnya78 Tahun Sultan Hamengkubuwono X, Salah Seorang Tokoh Deklarasi Ciganjur 1998
25 hari lalu
Hari ini kelahirannya, Sri Sultan Hamengkubuwono X tidak hanya sebagai figur penting dalam sejarah Yogyakarta, tetapi juga sebagai tokoh nasional yang dihormati.
Baca SelengkapnyaSultan Hamengku Buwono X Heran Kasus Antraks di Sleman dan Gunungkidul Muncul Kembali, Karena Tradisi Ini?
39 hari lalu
Sultan Hamengku Buwono X mengaku heran karena kembali muncul kasus antraks di Sleman dan Gunungkidul Yogyakarta. Diduga karena ini.
Baca Selengkapnya60 Event Meriahkan Hari Jadi DI Yogyakarta sampai April, Ada Gelaran Wayang dan Bazar
45 hari lalu
Penetapan Hari Jadi DI Yogyakarta merujuk rangkaian histori berdirinya Hadeging Nagari Dalem Kasultanan Mataram Ngayogyakarta Hadiningrat
Baca Selengkapnya269 Tahun Yogyakarta Hadiningrat, Apa Isi Perjanjian Giyanti?
45 hari lalu
Perjanjian Giyanti berkaitan dengan hari jadi Yogyakarta pada 13 Maret, tahun ini ke-269.
Baca SelengkapnyaMenengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta
46 hari lalu
Penetapan 13 Maret sebagai hari jadi Yogyakarta tersebut awal mulanya dikaitkan dengan Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755
Baca SelengkapnyaKeraton Yogyakarta Gelar Pameran Abhimantrana, Ungkap Makna di Balik Upacara Adat
47 hari lalu
Keraton Yogyakarta selama ini masih intens menggelar upacara adat untuk mempertahankan tradisi kebudayaan Jawa.
Baca Selengkapnya