TEMPO Interaktif, Jakarta:Sekelompok pengacara yang menamakan diri Tim Pembela Kerukunan dan Kebebasan Umat Beragama di Indonesia di bawah pimpinan Otto Cornelis Kaligis mengajukan permohonan uji materil Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri tahun 1969 tentang ijin pendirian rumah ibadat.Dalam permohonan yang disampaikan ke Mahkamah Agung itu, pemohon menguraikan contoh-contoh kasus aksi penutupan geraja secara sepihak yang terjadi belakangan ini. Menurutnya, penutupan itu diskriminatif dan dikawatirkan dapat merusak kerukunan hidup beragama di Indonesia.Gerakan yang dilakukan Aliansi gerakan Anti Pemurtadan dan Barisan Anti Pemurtadan karena beerpegangan kepada SKB dua menteri itu dianggap tim meresahkan pemeluk agama lainnya.Menurut Tim pembela itu SKB dua menteri melanggar hak asasi warga negara Indonesia dalam menjalankan ibadah menurut agama dan kepercayaannya masing-masing. Wajib adanya izin bagi pendirian rumah atau tempat ibadah, berarti adanya pembatasan. Itu bertentangan dengan UUD 1945 amandemen ke-4 dan undang-undang tentang Hak Asasi Manusia No.39 tahun 1999.Para pemohon meminta SKB itu tidak sah dan tidak berlaku, serta meminta majelis hakim memerintah Presiden untuk segera mencabutnya. Serta menghukum Menteri Agama dan Menteri Dalam negeri untuk membayar biaya yang tim bul dari permohonan pengujian materil tersebut. Pare pemhon juga sudah membayar Rp 1 juta untuk biaya perkara permohonan Hak Uji Materil tersebut.Sementara di Solo, ratusan orang dari Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) menolak pencabutan SKB dua menteri itu, bahkan meminta SKB tersebut dijadikan Undang-undang. Agar ada aturan yang jelas untuk mengatur kehidupan beragama di negeri ini.AT/Imron Rosyid dan Anas Syahirul