Sejumlah pengunjuk rasa memegang poster saat melakukan protes terhadap pemerintahan Filipina di Kementrian Luar Negeri di Manila, 7 April 2015. Keluarga meminta pemerintah Filipina untuk mencegah eksekusi mati Mary Jane. AP/Bullit Marquez
TEMPO.CO, Cilacap - Sepucuk surat dari Menteri Kehakiman Filipina Leila de Lima beredar di kalangan pembela terpidana mati Mary Jane Fiesta Veloso yang saat ini berada di Cilacap. Surat itu bertarikh Selasa, 28 April 2015, dan berisi permohonan kepada Jaksa Agung A.M. Prasetyo serta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly agar menangguhkan eksekusi mati Mary Jane.
Surat dibuat setelah ada penyerahan diri Maria Kristina di Filipina, yang merupakan orang yang dianggap terlibat dalam perdagangan manusia. Mary Jane dianggap sebagai korban atas jerat kasus narkoba yang menimpanya di Indonesia.
Menteri Kehakiman Filipina menyatakan penangguhan eksekusi penting untuk menunggu proses hukum di Filipina. Indonesia juga diminta menghormati kerja sama hukum antarnegara ASEAN.
Pengacara Mary Jane, Muhammad Ismail, mengaku menerima surat itu. Namun dia tidak berhak mengabarkannya kepada publik. Sebab, surat itu bersifat rahasia dan menyangkut hubungan antarnegara.
"Saya tidak ingin banyak berkomentar soal surat itu," kata Ismail, Selasa, 28 April 2015.
Saat ini, pemerintah Filipina berharap Mary Jane bisa menjadi saksi korban dalam investigasi perdagangan manusia. Presiden Filipina Benigno Aquino juga telah menelepon Menteri Luar Negeri Retno Marsudi untuk penangguhan eksekusi. Namun, hingga kini, pemerintah Indonesia belum memberikan jawaban.