Kabar Wafatnya Penyair Bohemian Ini Dikira April Mop
Editor
Raihul Fadjri
Jumat, 10 April 2015 22:00 WIB
TEMPO.CO, Yogyakart - Kabar duka lewat pesan singkat wafatnya penyair sekaligus dramawan Yogyakarta, Catur Nugroho pada Kamis 9 April 2015 menjelang tengah malam tidak dipercayai temannya sesama seniman. “Kabar duka ini dikira Aprll Mop,” kata Agus Leylor, sahabat Catur Nugroho yang punya nama pena Catur Stanis, Jumat 10 April 2015.
Pasalnya, sehari sebelumnya sejumlah seniman masih bertemu dengan Catur di Taman Budaya Yogyakarta. Baru setelah Agus mengunggah foto jasad Catur di akun Facebook-nya, seniman percaya Catur sudah tiada. Almarhum yang lahir 46 tahun silam itu diduga meninggal karena serangan jantung yang membuatnya stroke dan tak sadarkan diri saat dibawa ke rumah sakit oleh teman dekatnya, Luciana Sari. “Tidak sempat opname, tapi langsung meninggal di rumah sakit,” kata Luciana dalam perjalanan ke pemakaman Tambakboyo, Condong Catur, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Jumat, 10 April 2015 siang.
Catur dikenal sebaggai penyair bohemian. Dia suka berkelana dari tempat satu ke tempat lain tanpa memberitahukan keluarganya. Tak heran, ketika meninggal, tetangganya kebingungan untuk menghubungi keluarganya. Lantaran kedua orangtuanya sudah meninggal, begitu pula dengan kedua kakaknya. Tinggal seorang kakak sulungnya yang tinggal di Jakarta dan tengah dalam perjalanan ke Yogyakarta ketika Catur dikebumikan. “Itu karena gaya hidupnya bohemian,” kata Agus yang juga bekas dosen Catur di jurusan teater Institut Seni Indonesia Yogyakarta.
Menurut Agus, selama hidup, Catur dikenal sebagai seniman yang produktif dalam membuat cerpen maupun puisi. Lantaran keterbatasan ekonomi, anak bungsu dari empat bersaudara itu sempat menempelkan karya-karya sastranya di lokasi-lokasi yang menjadi ajang berkumpul para seniman. “Makanya juga dikenal sebagai aktivis sastra tempel,” kata Agus.
Gaya hidupnya eksentrik. Bahkan Agus sempat mengiranya ‘gila’. “Tapi itu mungkin karena stress saja. Soal ekonomi. Tapi dia adalah seniman yang kreatif dan pandai,” kata Agus yang pernah melihat Catur menjadi kurir undangan ke kampus dan berjualan parfum.
Catur pernah menulis status pada Blackberry-nya: Three things you cannot recover in life: the word after its said, the moment after its missed, and the time after its gone.
“Kabar duka ini dikira Aprll Mop,” kata Agus.
Catur pernah menulis puisi berjudul Amsal Mati Muda.
Amsal Mati Muda
Terceritakan padaku
kisah penyair mati tragis
lantaran dicabik sipilis nan tak kunjung habis
menghajar raganya hingga tipis
borok menganga menguar nanah di sekujur tubuhnya
adalah penanda yang disematkan jaman bagi pilihan untuk gaya hidupnya
di atas rel kereta waktu ia melaju
decit roda berpacu diantar besi membeku
derit jerit keluh peluh perempuan banal
menanti penumpang di ujung gang tempat mangkal
tak ada lagi yang bisa melarang memang
“Dilarang Melarang,” kataku
karena sesiapapun boleh ikut serta
: Yang bukan penyair silahkan ambil bagian.
PITO AGUSTIN RUDIANA