Bela Tambang Semen, Petani Kecam Akademikus UGM
Editor
Raihul Fadjri
Minggu, 22 Maret 2015 15:33 WIB
TEMPO.CO, Yogyakarta - Pakar penanggulangan risiko bencana dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran, Yogyakarta, Eko Teguh Paripurno, menilai aksi protes ratusan petani dan aktivis penolak tambang semen di Kabupaten Rembang ke kampus Universitas Gadjah Mada (UGM) merupakan ekspresi kejengahan terhadap minimnya kesadaran etik di komunitas akademik.
Sebelumnya, seratusan aktivis dan petani penolak tambang semen di pegunungan karst Kendeng di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, menggeruduk Rektorat UGM, Jumat, 20 Maret 2015.
Protes itu, menurut Eko Teguh, muncul ketika petani kecewa terhadap penggunaan analisis ilmiah untuk sekadar tujuan kepentingan program pembangunan. "Analisis ilmiah justru melawan prinsip pelestarian lingkungan, pembangunan berkelanjutan, dan penanggulangan risiko bencana," kata Eko Teguh, Ahad, 22 Maret 2015.
Petani Rembang itu kecewa terhadap isi kesaksian ahli yang diajukan oleh PT Semen Indonesia dalam sidang lanjutan gugatan izin tambang semen Rembang di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), pada Kamis, 19 Maret 2015. Ada dua akademikus UGM yang diajukan oleh PT Semen Indonesia untuk memberikan kesaksian di persidangan itu.
Dua dosen UGM itu adalah dosen Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik UGM, Heru Hendrayana, dan Ketua Program Studi Geografi dan Ilmu Lingkungan, Fakultas Geografi UGM, Eko Haryono. "Kesaksian mereka tidak netral, analisis ilmiah dipakai untuk membela tambang semen," kata Sukinah, perwakilan ibu-ibu penolak tambang semen di Rembang, kepada wartawan.
Menurut Eko Teguh, dalil komunitas masyarakat penggugat izin tambang semen di Rembang sebenarnya juga mendapat dukungan analisis ilmiah dari sejumlah akademikus. Tapi, ketika muncul analisis tandingan dari akademikus lain di persidangan, prinsip ilmiah menjadi tampak relatif. "Apalagi, isinya tak sesuai fakta karena memakai metodologi berbeda untuk menghasilkan kesimpulan melawan keyakinan petani," kata dia.
Eko Teguh mencontohkan isi kesaksian ahli dari UGM di PTUN Semarang, yang menilai lapisan kapur di pegunungan karst Rembang tidak berongga sehingga dianggap tak mungkin menyimpan air. Faktanya, dia melanjutkan, lapisan karst kategori muda itu hanya ada di permukaan. Pada bagian bawah permukaan, menurut Eko Teguh, ada batuan kategori ornamen karst yang menjadi jalan masuk air ke dalam tanah. "Wajar mereka menilai kesaksian itu ngawur," kata Eko Teguh.
Saat dikonfirmasi, Eko Haryono mengaku siap mempertanggungjawakan isi kesaksiannya di hadapan Rektorat UGM. Menurut dia analisisnya mengenai kelayakan aktivitas tambang semen di Pegunungan Karst di Rembang memiliki dasar kuat. "Saya tidak ngawur, saya siap dievaluasi siapa pun," katanya.
ADDI MAWAHIBUN IDHOM