Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie didampingi (ki-ka) Ketua Dewan Petimbangan Akbar Tandjung dan Ginandjar Kartasasmita dalam pembukaan Rapimnas V partai Golongan Karya di Jakarta (22/11). TEMPO/Seto Wardhana.
TEMPO.CO, Jakarta - Politikus senior Partai Golkar, Akbar Tandjung, menyayangkan jika partainya tak bisa ikut pemilihan kepala daerah. Kondisi seperti ini membuat Akbar sedih dan kecewa. "Sayang betul, sedih betul bila Golkar tak bisa mencalonkan kepala daerah. Padahal ada lebih 200 kepala daerah yang akan diganti," ujar Akbar di Sudirman Sahid Center, Jakarta, Sabtu, 14 Maret 2015.
Akbar memprediksi Partai Golkar akan kehilangan setengah suara pada Pemilu 2019 apabila tak bisa ikut serta dalam pemilihan kepala daerah. "Pada 2014, Golkar mendapat 91 suara. Mungkin 2019 bisa hanya setengahnya saja karena kader Golkar tak jadi kepala daerah," ucap Akbar.
Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar ini menuturkan konsolidasi menjelang pemilihan kepala daerah paling tidak sudah dilakukan pada April 2015, sehingga Golkar punya waktu mempersiapkan rangkaian pilkada yang akan dimulai Juni 2015. Untuk itu, Akbar mengusulkan musyawarah nasional luar biasa dilaksanakan secepatnya.
Konflik pada tubuh Golkar semakin memanas setelah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly pekan lalu mengesahkan kepengurusan kubu Agung Laksono. Tak terima, kubu Aburizal Bakrie melaporkan Agung Laksono dan kawan-kawan ke Bareskrim atas sangkaan pemalsuan surat mandat yang dibawa dari daerah ke Musyawarah Nasional Ancol.
Menteri Hukum Yasonna mengambil keputusan tersebut berdasarkan keputusan Mahkamah Partai Golkar. Mahkamah menerima kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar hasil Munas Ancol dengan ketua Agung Laksono berdasarkan pertimbangan dua hakim Mahkamah, yaitu Djasri Marin dan Andi Matalatta. Sedangkan hakim Muladi dan Natabaya memilih tak bersikap.