Tersangka korupsi ibadah haji, Suryadharma Ali (tengah), didampingi kuasa hukumnya menunjukkan surat permohonan pengajuan praperadilaan di Jakarta, 23 Februari 2015. Ia mengajukan permohonan status tersangka yamg dijatuhkan KPK tahun lalu. TEMPO/Dian Triyuli Handoko
TEMPO.CO, Jakarta - Bekas Menteri Agama Suryadharma Ali mengklaim dia tidak melakukan tindakan untuk menghambat penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Menurut Surya, praperadilan, yang dia ajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas penetapan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, adalah langkah hukum yang benar.
"Saya minta semua pihak tak apriori. Jangan diartikan menghambat penyidikan. Apa wajah hukum Indonesia kalau semua yang ditetapkan tersangka tak punya kesempatan melakukan proses hukum lain untuk memperjelas perkaranya," kata Surya dalam konferensi pers di restoran Sederhana, Kemang, Jakarta Selatan, Senin, 23 Februari 2015.
Menurut Surya, praperadilan merupakan mekanisme hukum yang bisa ditempuh siapa pun. "Saya belajar banyak dari perkembangan saat ini," ujar Surya. Sebelumnya, penetapan tersangka calon kepala Kepolisian RI, Komisaris Jenderal Budi Gunawan, dinyatakan tidak sah oleh sidang praperadilan di PN Jakarta Selatan.
"Bagaimana kalau saya kalah? Ya, memang ada dua kemungkinan, tapi saya memandang praperadilan ini sebagai kewajiban muslim yang tidak membiarkan dirinya terjerembab dalam suatu kebinasaan," kata Surya.
Selain mengajukan gugatan praperadilan, kubu politikus Partai Persatuan Pembangunan itu menggugat KPK Rp 1 triliun.
"Kami menuntut agar penetapan tersangka menjadi tidak sah sekaligus menuntut ganti rugi Rp 1 triliun terhadap KPK," kata pengacara Surya, Humphrey Djemat, dalam konferensi yang sama.
Permohonan praperadilan telah dimasukkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pagi harinya. Humphrey mengakui pengajuan itu diinspirasi oleh calon Kepala Kepolisian RI, Komisaris Jenderal Budi Gunawan, yang 'diputus bebas' oleh sidang praperadilan.