Gugatan Budi Gunawan Bikin Cemas, Jokowi Keliru?  

Reporter

Editor

Sunu Dyantoro

Senin, 2 Februari 2015 06:59 WIB

Razman Nasution, kuasa hukum Komjen Pol. Budi Gunawan, memperlihatkan lembaran surat panggilan pemeriksaan KPK di Bareskrim, Mabes Polri, Jakarta, 30 Januari 2015. Ia menegaskan Budi Gunawan tidak mau menghadiri panggilan pertama KPK karena dinilai surat tersebut tidak memenuhi standar prosedur. TEMPO/Dian Triyuli Handoko

TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Denny Indrayana, mengatakan Presiden Joko Widodo melakukan kesalahan lantaran menunggu putusan praperadilan untuk menyikapi polemik pemilihan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai calon Kepala Kepolisian RI.

"Sangat keliru jika Presiden menunggu praperadilan," kata Denny, di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jakarta, Ahad, 1 Februari 2015. (Baca:MA Pernah Tolak Kasus Mirip Budi Gunawan)

Ia mengatakan Jokowi seharusnya bisa mengambil keputusan dengan membatalkan pencalonan Budi Gunawan dan mengusulkan calon Kepala Polri yang baru tanpa perlu menunggu putusan praperadilan. "Jangan gantungkan ke praperadilan," ujar Denny. "Pembatalan pencalonan tak terkait dengan praperadilan."

Menurut Denny, penarikan pencalonan Budi Gunawan dan pengusulan calon yang baru merupakan kewenangan Jokowi sesuai Undang-Undang 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI. "Masak yang mengusulkan tidak bisa membatalkan?" ucapnya. (Baca:Sidang Gugatan Budi Besok, Lonceng Kematian KPK?)

Budi Gunawan menggugat penetapan dirinya sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Sidang perdana praperadilan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 2 Februari 2015. Putusan akan disampaikan tujuh hari setelah sidang perdana.

Adapun Jokowi akan memutuskan untuk melantik Budi Gunawan jika pengadilan menerima gugatan praperadilan dan membatalkan status tersangka terhadap Budi Gunawan. Jika pengadilan menolak gugatan, Jokowi akan membatalkan pencalonan Budi Gunawan dan mengusulkan calon Kepala Polri yang baru.

Menurut Denny, gugatan praperadilan yang diajukan Budi Gunawan menyalahi logika hukum. Ia mengatakan gugatan praperadilan tak sesuai Pasal 77 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Pasal itu menyebutkan praperadilan diajukan atas sah-tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, atau penghentian penuntutan. (Baca:Ikut Hasto, Pengurus PDIP Ini Serang Abraham Samad)

Selain itu, praperadilan diajukan atas ganti rugi atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan. Adapun Budi mengajukan gugatan dalam konteks penetapan tersangka. "Ini adalah upaya 'jurus mabuk' dari calon Kepala Polri untuk membela diri," ujar Denny.

Mantan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Ramelan, mengatakan pengadilan semestinya tak menerima gugatan Budi Gunawan lantaran cacat hukum. Menurut dia, Pasal 77 Kitab Undang-Undang tak mengatur penetapan tersangka sebagai dasar gugatan praperadilan. "Aturannya sudah jelas. Tak boleh ditafsirkan lain," katanya.

Adapun Koordinator Politik dan Sipil Yayasan Lembaga Bantuan Hukum, Mochammad Ainul Yaqin, menganggap keliru landasan hukum yang dipakai Budi Gunawan dalam mengajukan gugatan praperadilan, yakni Pasal 95 Kitab Undang-Undang. Ayat dua pasal itu menyebutkan tuntutan ganti rugi oleh tersangka atas penangkapan atau penahanan tanpa alasan diputus dalam sidang praperadilan.

"Proses penyidikan KPK belum sampai sejauh itu. Baru pada penetapan tersangka," ucap Ainul. "Gugatan praperadilan ini sama sekali tak sesuai dengan yang diatur dalam KUHAP." (Baca:Awas, Jejak Hakim Kasus Budi Gunawan Mencurigakan)

Selain mempersoalkan dasar hukum gugatan, pemilihan Syafrin Rizaldi, sebagai hakim yang memimpin sidang praperadilan juga dipersoalkan. Menurut Denny, Syafrin memiliki rekam jejak buruk, yakni delapan kali diadukan ke Komisi Yudisial dan pernah memenangkan perkara korupsi.

"Kenapa hakim dengan track record seperti itu mendapatkan tugas menangani perkara yang sangat strategis," ucap Denny. "Kami kuatir ada indikasi praktik mafia hukum yang bisa mempengaruhi proses peradilan."

PRIHANDOKO

Baca berita lainnya:
Cerita Ahok: Jokowi Bukan Takut Bu Mega Tapi...

MA: Gugatan Praperadilan Budi Gunawan Sulit

Calon Kapolri Baru, Ini Sinyal Jokowi ke Kompolnas

KPK vs Polri: 3 Momen Kedekatan Jokowi dan Mega

Berita terkait

Khawatir Ada Titipan, Novel Baswedan Harap Unsur Masyarakat dalam Pansel KPK Diperbanyak

12 jam lalu

Khawatir Ada Titipan, Novel Baswedan Harap Unsur Masyarakat dalam Pansel KPK Diperbanyak

Novel Baswedan, mengomentari proses pemilihan panitia seleksi atau Pansel KPK.

Baca Selengkapnya

Pengacara Jelaskan Kondisi Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Usai Dilaporkan ke KPK

15 jam lalu

Pengacara Jelaskan Kondisi Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Usai Dilaporkan ke KPK

Bekas Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendy Hutahaean disebut butuh waktu untuk beristirahat usai dilaporkan ke KPK

Baca Selengkapnya

Istri akan Dampingi Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Klarifikasi LHKPN di KPK

17 jam lalu

Istri akan Dampingi Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Klarifikasi LHKPN di KPK

KPK menjadwalkan pemanggilan Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta, Rahmady Effendy Hutahaean, untuk memberikan klarifikasi soal kejanggalan LHKPN

Baca Selengkapnya

9 Mantan Komisioner KPK Kirim Surat ke Jokowi soal Kriteria Pansel KPK

20 jam lalu

9 Mantan Komisioner KPK Kirim Surat ke Jokowi soal Kriteria Pansel KPK

Pemilihan Pansel KPK patut menjadi perhatian karena mereka bertugas mencari figur-figur komisioner dan Dewan Pengawas KPK mendatang.

Baca Selengkapnya

Pansel KPK Tuai Perhatian dari Sejumlah Kalangan, Istana dan DPR Beri Respons

21 jam lalu

Pansel KPK Tuai Perhatian dari Sejumlah Kalangan, Istana dan DPR Beri Respons

Pembentukan Pansel Capim KPK menuai perhatian dari sejumlah kalangan. Pihak Istana dan DPR beri respons ini.

Baca Selengkapnya

Penjelasan Istri Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta soal Pinjaman Rp 7 Miliar yang jadi Polemik

23 jam lalu

Penjelasan Istri Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta soal Pinjaman Rp 7 Miliar yang jadi Polemik

Margaret Christina Yudhi Handayani Rampalodji, istri bekas Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendy Hutahaean menjelaskan asal-usul Rp 7 miliar.

Baca Selengkapnya

Penyitaan Rumah dalam Kasus Korupsi, Terbaru Rumah Syahrul Yasin Limpo dan Tamron Raja Timah Bangka

23 jam lalu

Penyitaan Rumah dalam Kasus Korupsi, Terbaru Rumah Syahrul Yasin Limpo dan Tamron Raja Timah Bangka

Penyitaan rumah dalam dugaan kasus korupsi Syahrul Yasin Limpo dan Tamron Raja Timah Bangka. Apa landasan penyitaan aset tersangka korupsi?

Baca Selengkapnya

2 Selebritas Windy Idol dan Nayunda Nabila Diperiksa KPK, Tersangkut Kasus Korupsi Siapa?

1 hari lalu

2 Selebritas Windy Idol dan Nayunda Nabila Diperiksa KPK, Tersangkut Kasus Korupsi Siapa?

Windy Idol dan Nayunda Nabila Nizrinah terseret dalam dugaan kasus korupsi yang berbeda hingga diperiksa KPK. Apa sangkut pautnya?

Baca Selengkapnya

Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Diseret Urusan PT Cipta Mitra Agro, Pengacara: Itu Bisnis Istrinya

1 hari lalu

Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Diseret Urusan PT Cipta Mitra Agro, Pengacara: Itu Bisnis Istrinya

Pengacara eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendy merasa heran kliennya diseret dalam kasus yang melibatkan perusahaan sang istri.

Baca Selengkapnya

KPK Periksa Kepala Bea Cukai Purwakarta Senin Mendatang soal LHKPN yang Janggal

1 hari lalu

KPK Periksa Kepala Bea Cukai Purwakarta Senin Mendatang soal LHKPN yang Janggal

KPK menjadwalkan pemanggilan Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendy Hutahaean pada Senin pekan depan.

Baca Selengkapnya