TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat politik dari Centre for Strategic and International Studies, J. Kristiadi, menilai konflik di tubuh Partai Golongan Karya terkait dengan kepengurusan bisa berujung perpecahan. "Jika terjadi, Ical (Aburizal Bakrie) yang rugi," ujar Kristiadi, Jumat, 19 Desember 2014. (Baca: Golkar Bisa Paceklik di 2019)
Konflik Golkar terjadi ketika sejumlah kader menentang Ical kembali menjadi Ketum Golkar. Hal itu kemudian memicu munas (musyawarah nasional) ganda, yaitu munas versi Ical di Bali dan munas tandingan dari Agung Laksono di Ancol, Jakarta.
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menetapkan hasil dua munas tersebut sah. Alhasil, Ical dan Agung diminta untuk mengupayakan rekonsiliasi.
Menurut Kristiadi, peluang pecah akibat konflik di tubuh partai beringin mungkin saja terjadi. Alasannya, Ical menginginkan penyelesaian melalui pengadilan. "Dan hal itu akan memenangkan salah satu kubu saja," ujar Kristiadi. (Baca: Konflik Golkar, Ical Tantang Agung di Pengadilan)
Kristiadi menuturkan hasil putusan pengadilan nanti pun belum tentu menyelesaikan konflik Golkar sepenuhnya. Menurut dia, masih ada tahapan yang mengatur soal konstituen menentukan kepemimpinan yang punya prospek bagus.
"DPD I dan II sesungguhnya menolak gaya kepemimpinan Ical, tapi mereka terpaksa patuh karena khwatir dipecat," ujar Kristiadi. Kristiadi beranggapan, Agung bisa saja menjadi pemimpin baru jika bisa memunculkan alternatif kepemimpinan yang demokratis.
Bamsoet Apresiasi Peluncuran Buku 'Kepedihan Berubah Senayan' Karya Darul Siska
57 hari lalu
Bamsoet Apresiasi Peluncuran Buku 'Kepedihan Berubah Senayan' Karya Darul Siska
Menurut Bamsoet, buku ini menekankan pada pentingnya konsistensi dan ketekunan dalam berpolitik, serta komitmen pada tujuan mulia dalam melayani rakyat dan negara.