Kabid Humas Polda Metro Jaya, Rikwanto (kiri) bersama Direskrim Umum Polda Metro Jaya, Heru Pranoto (kedua kiri), tunjukkan samurai yang menjadi barang bukti kerusuhan oleh FPI di depan kantor DPRD, di Polda Metro Jaya, Jakarta, 4 Oktober 2014. TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat masalah terorisme dari Yayasan Prasasti Perdamaian, Noor Huda Ismail, menuding pemerintah turut menyuburkan Front Pembela Islam (FPI). Indikasinya banyak tindak anarkistis yang dilakukan organisasi massa itu yang dibiarkan.
Menurut Noord Huda, pemerintah lalai dalam memantau gerakan FPI. "Sejak lahir sampai sekarang mereka kerap berbuat anarkistis, tapi dibiarkan," katanya ketika dihubungi pada Rabu, 12 November 2014. (Baca: Badan Penanggulangan Terorisme Diminta Bina FPI)
Noor Huda menjelaskan banyak tindakan anarkistis FPI yang tidak ditindaklanjuti oleh penegak hukum maupun pemerintah. Kesan permisif itulah yang mendorong organisasi tersebut terus berbuat semaunya sendiri.
Organisasi yang dipimpin Rizieq Shihab itu lahir di masa transisi dari Pemerintahan Orde Baru ke era Reformasi. Saat itu, kata Noor Huda, FPI muncul karena Islam ditekan semasa rezim Soeharto. Namun sejak awal pola gerakan FPI sudah cenderung anarkistis. (Baca: Pengamat: Paham FPI Mirip Kelompok Teroris)
Saat ini, kata Noor Huda melanjutkan, FPI bermetamorfosis dengan dalih kebebasan berpendapat. "Mereka memanfaatkan itu untuk mencari pembenaran meski yang dilakukan menabrak rambu-rambu," ujarnya.
Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengirim surat rekomendasi pembubaran FPI ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia serta Kementerian Dalam Negeri. Dia merasa organisasi itu kerap bertindak brutal. (Baca: FPI Sudah Dua Kali Dapat Surat Peringatan)