Warga Indonedia di New York melakukan demonstrasi menyatakan kekecewaan mereka terhadap SBY, yang sedang berkunjung ke Amerika, terkait lolosnya RUU Pilkada tidak langsung, New York, 27 September 2014. Koleksi Khusus/Dok. TEMPO
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan sudah menghubungi Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva ihwal Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah atau UU Pilkada yang baru disahkan Dewan Perwakilan Rakyat pada Jumat, 25 September 2014. SBY berupaya mencari cara yang legal dan sah secara hukum dalam menolak Undang-Undang Pilkada.
"Saya tidak mungkin bertindak di luar hukum dan konstitusi. Karena itu, saya berkomunikasi dengan Ketua MK (Hamdan)," ujar SBY, seperti yang dilansir situs Sekretariat Kabinet, Senin, 29 September 2014. (Baca: Membaca Tujuan Akhir UU Pilkada Versi Prabowo)
SBY menyatakan terus memantau serta mengikuti dinamika dan perkembangan politik di Tanah Air setelah pemungutan suara UU Pilkada di DPR-RI. "Yang diharapkan rakyat, UU itu baik, tepat, dan sesuai aspirasi mereka. Jika DPR dan Presiden mengeluarkan UU yang tidak sesuai kehendak rakyat, itu keliru," kata SBY kepada wartawan di Osaka, Jepang, Minggu, 28 September 2014. (Baca: UU Pilkada, Netizen Minta SBY Stop Bersandiwara)
Presiden SBY mengatakan telah menghubungi Ketua MK untuk menanyakan lebih dalam ihwal Pasal 20 UUD 45. Pasal itu menyebut dalam menjadikan RUU menjadi UU, harus dilakukan persetujuan bersama antara DPR dan Presiden. (Baca: Pengamat: RUU Pilkada Balas Dendam Kubu Prabowo)
Tidak hanya SBY, penolakan datang dari sejumlah lapisan masyarakat, antara lain dari Wali Kota Bandung Ridwan Kamil dan beberapa lembaga swadaya masyarakat. LSM itu antara lain Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) dan Indonesia Corruption Watch (ICW).