TEMPO Interaktif, Yogyakarta: Tidak kurang dari 750 dosen, karyawan, dan mahasiswa Universitas Gajah Mada Yogyakarta hari ini menggelar aksi protes di Balairung, halaman kantor pusat perguruan tinggi itu. Mereka memprotes kenaikan gaji rektor hingga empat kali lipat dan mengancam akan mogok jika keputusan itu tidak direvisi.Para dosen dan karyawan mengenakan pita hitam di lengan kiri. Menurut mereka, itu simbol kematian demokrasi dan keadilan di UGM. Orasi digelar, sebagian besar mengecam keputusan rektor yang dinilai tidak adil.Ketua Senat Akademik Fakultan Ilmu Sosial dan Politik Tadjudin menyatakan, rektor tidak boleh sewenang-wenang membuat keputusan. UGM, kata dia, merupakan institusi pendidikan sehingga harus dikelola dengan asas akademis yang mengedepankan demokrasi, keterbukaan, dan akuntabilitas. "Demokrasi sudah mati di UGM. Ada kesenjangan yang luar biasa tentang kenaikan insentif antara dosen dan pejabat struktural. Kami tidak menuntut kenaikan gaji tapi keterbukaan dan penerapan good government university," kata Tadjudin. Rektor UGM Sofian Effendi sempat menemui para dosen dan karyawan peserta aksi. Ia mengajak para dosen berdialog di ruang Balai Senat. Namun, tawaran itu ditolak para dosen yang menghendaki pembicaraan dilakukan di lapangan. Kepada wartawan, Sofian mengatakan bahwa sebenarnya dengan kenaikan insentif penghasilan rektor justru turun. Dulu, kata dia, gaji rektor Rp 6 juta perbulan tapi masih mendapat penghasilan sampingan hingga mencapai Rp 30 juta perbulan. "Sekarang rektor hanya mendapat Rp 25 juta perbulan," tuturnya. Hingga saat ini aksi masih terus berlangsung. Para dosen dan karyawan akan terus melanjutkan aksinya hingga rektor merevisi surat keputusannya. Spanduk dan poster digelar, di antaranya bertulisan, "Turut Berduka Cita atas Hilangnya Keadilan dan Kebersamaan di UGM" dan "MWA=Majelis Wali Angpauw". Aksi juga diikuti oleh dosen-dosen senior dan guru besar. Syaiful Amin